Skandal Manipulasi Pajak di Samsat Kelapa Dua Bukti Rapuhnya Birokrasi Keuangan Negara

Ilustrasi pajak kendaraan bermotor. Foto: Capture Instagram

Ilustrasi pajak kendaraan bermotor. Foto: Capture Instagram

INDOPOS.CO.ID – Terkuaknya skandal manipulasi pajak kendaraan bermotor di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Wahidin Halim dan wakil Gubernur Andika Hazrumy membuat publik marah.

Bagaimana tidak, para pelaku selain mendapatkan penghasilan lebih besar dari Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya, pegawai kantor Samsat juga memperolah berbagai fasilitas dari pemerintah untuk menunjang kinerjanya dalam mengumpulkan pajak daerah.

Pengamat kebijakan publik Nasional Dedi Kurnia Syah Putra buka suara terkait skandal manipulasi notice pajak dari BBN 1 (Bea Balik Nama 1) yakni, kendaraan baru ke BBN 2 (Bea Balik Nama 2) yaitu, kendaran bekas sebesar Rp 6 miliar yang diduga dilakukan oleh empat oknum pegawai di kantor Samsat Kelapa Dua berinisial Zlf (Kasi) At (PNS), Bd (honorer) dan Bgj (honorer).

Dedi yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini mengatakan, terkuaknya skandal manipulasi pajak di kantor Samsat Kelapa Dua membuktikan rapuhnya birokrasi keuangan negara, baik di daerah maupun nasional.

”Seharusnya, birokrasi keuangan negara sudah jauh lebih digital, tidak perlu lagi ada interaksi antar pihak, sehingga perusahaan atau wajib pajak bisa secara langsung menyetorkan kewajiban pajak tanpa berhubungan dengan orang secara langsung,” ujarnya kepada INDOPOS, Selasa (19/4/2022).

Menurut Dedy, kejahatan pengemplangan pajak dengan merubah notice pajak dari BBN 1 ke BBN 2 jelas terencana dan harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk membangun sistem yang relevan.

“Sementara bagi pelaku, meskipun sudah terjadi pengembalian kerugian pemerintah, namun proses hukum harus tetap dijalankan karena kejahatannya sudah selesai dilakukan,” tegasnya.

Tak hanya empat oknum pelaku pengemplangan pajak tersebut yang dimintai pertanggungjawaban. Bahkan, termasuk pimpinan dari para pelaku perlu ikut diusut, karena diduga lalai dalam pengawasan.

”Dan itu juga masuk dalam kategori korupsi secara administrasi,” cetusnya. (yas)

Exit mobile version