Kredibilitas Pengamat yang Sebut Bank Banten Perlu Diaudit OJK Disoal

LKPKM

Heri Sapari Kahpi, ketua lembaga riset LKPKM (Lembaga Kajian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) Sekolah Tinggi Ilmu Banten. Foto: LKPKM

INDOPOS.CO.ID – Ketua lembaga riset (Lembaga Kajian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) Sekolah Tinggi Ilmu Banten (STIEB), Heri Sapari Kahpi, mempertanyakan kredibilitas dan ilmu pengetahuan pengamat kebijakan publik yang menyatakan bahwa Bank Banten perlu diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan OJK.

Menurut Heri, Bank Banten itu adalah perusahaan terbuka sehingga laporan keuangannya sudah pasti diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan OJK serta dipublikasikan ke publik.

“Saya meragukan kredibilitas dan ilmu pengetahuan pengamat yang mengatakan bahwa Bank Banten perlu di audit oleh akuntan publik dan OJK,” ujar Heri Sapari Kahpi kepada wartawan termasuk indopos.co.id, Senin (27/6/2022).

Heri menegaskan, perlu diingat bahwa memperbaiki kerusakan Bank Banten tidak semudah membalikan telapak tangan. Paling tidak dari hasil kerja manajemen baru sudah terlihat perbaikannya.

“Yang paling mengerti situasi serta kondisi riil dari hari ke hari, bahkan dari jam ke jam adalah pelaku atau orang yang berada di dalam Bank Banten itu sendiri, bukan pengamat. Jadi kalau mau mengkritik harus juga memiliki dasar ilmu pengetahuan hal yang dikritik,” cetusnya tanpa menyebut siapa nama pengamat yang dimaksud.

Menurut Heri, sesuai dengan rencana tahapan perbaikan Bank Banten dalam 4 tahun kepengurusannya ke depan adalah, pada tahun pertama foundation building, tahun kedua growth acceleration, tahun ketiga sustainable growth, tahun keempat, market leader. ”Mari kita lihat perkembangannya ke depan,” imbuhnya.

Heri menambahkan, sudah benar apa yang dilakukan oleh Direksi Bank Banten, bahwa masalah kredit macet atau NPL telah diselesaikan dengan baik melalui restrukturisasi maupun penagihan.

Ia memaparkan, sejak tahun 2016 NPL (kredit macet) mencapai Rp1,59 triliun, tahun 2017 NPL Rp1,50 triliun, tahun 2018 NPL Rp1,58 triliun, tahu 2019 NPL Rp1,80 triliun, dan di 2020 NPL Rp1,91 triliun, serta baru pada tahun 2021 upaya manajemen baru bisa melakukan perbaikan NPL menjadi Rp436 miliar, baik dengan restrukturisasi maupun penagihan.

Ia menambahkan, harus diakui bahwa trend perbaikan dalam satu tahun atau 12 bulan di tahun 2021 adalah benar adanya.

“Sejak Maret 2021 pendapatan operasional meningkat cukup signifikan. Yaitu, pendapatan fee Based income, di triwulan satu hanya Rp4 miliar berhasil ditingkatkan di akhir tahun 2021 menjadi Rp40 miliar.

Tak hanya itu, pendapatan bunga juga meningkat signifikan dari Rp64 miliar di triwuan pertama menjadi Rp310 miliar di akhir tahun 2021.

“Untuk itu, kita lihat nanti bagaimana trend tersebut di akhir 2022 dan seterusnya. Setelah ada data yang memadai, analisis yang lebih komprehensif bisa dilakukan. Pengamat jangan hanya bisa mengkritik, namun juga harus punya ilmunya,” tandasnya. (yas)

Exit mobile version