Kisruh PPDB, Akademisi: Perlu Perbaikan di Dindikbud Banten

ppdb

Para orang tua saat proses verifikasi anaknya di SMAN 1 Tangerang Selatan. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Carut marutnya pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023 di Provinsi Banten dan dinilai terburuk sepanjang sejarah hingga menjadi isu nasional, terjadi akibat ketidakpatuhan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) terhadap instruksi Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar.

”Pj Gubernur Banten pada dasarnya memiliki semangat mendukung pendidikan yang cukup baik, tapi mekanisme di tatanan Dindikbud ini yang belum baik,” kata Pengamat Kebijakan Publik dan Akademisi Dedi Kurnia Syah, kepada INDOPOS.CO.ID, Sabtu (16/7/2022).

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini, persoalan mendasar pendidikan di Banten saat ini lebih kepada ketidakpatuhan jajaran Dindikbud Banten pada instruksi Pj Gubernur Banten terkait PPDB Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2022 ini.

Akibatnya, kata Dedi, penerimaan siswa SMA negeri itu memunculkan kejanggalan di masyarakat karena tidak transparan hingga kegaduhan yang murni akibat ketidaksigapan jajaran Dindikbud Banten.

”Kalau semuanya transparan dan ikut aturan main yang sudah ditetapkan pasti masyarakat menerima,” cetusnya.

Selain itu, Dedi juga menyoroti ketidakteraturan dalam mekanisme PPDB SMA negeri yang bisa dimanfaatkan oknum. Hal ini, lanjutnya, bisa terlihat adanya pesan elektornik (WhatsApp/WA) bahwa kepada pejabat KCD atau staf Dindikbud Banten yang membawa lembaran atau berkas tolak saja dan suruh ke Pak Kadis atau Sekdis karena hanya satu pintu.

Dedi mengatakan, semestinya pejabat Dindikbud harus satu langkah bersama Pj Gubernur Banten.

”Selain itu juga, harusnya pada tahap tertentu DPRD Banten juga perlu dilibatkan dalam kebijakan pendidikan atau PPDB. Mereka pengawal kinerja eksekutif juga harus didengar pendapatnya dan juga dipatuhi masukan-masukannya,” ujarnya.

Sementara Akademisi Univesitas Islam Syeh Yusuf Tangerang, Adib Miftahul menyoroti gagasan Pj Gubernur Banten yang berencana membuka SMA Metaverse dan SMA Negeri Terbuka untuk mengatasi minimnya daya tampung di SMA Negeri yang dinilai terlalu inovatif.

”Jadi saking inovatifnya, hingga Pj Gubernur sampai tak paham karakteristik Banten,” terangnya.

Padahal, kata Adib, selama ini yang menjadi masalah utama PPDB setiap tahun adalah daya tampung dan aturan yang tidak dilakukan secara benar.

”Jadi jangan asal bicara mengenai SMA Metaverse dan SMA Negeri Terbuka dulu,” cetusnya.

Karena itu, Adib meminta kepada Pj Gubernur untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kepala sekolah dan pejabat Dindikbud agar kesalahan pelaksanaan PPDB tidak berulang setiap tahunnya.

”Makanya Pj Gubernur Banten harus evaluasi secara menyeluruh dan tegas. Pj Gubernur katanya punya solusi SMA Metaverse dan SMA Negeri terbuka, bila tidak terealisasi bisa-bisa nanti dicap asal bunyi atau asbun,” paparnya.

Menurut Adib, saat ini yang bisa dilakukan Pj Gubernur Banten adalah solusi dengan membuat grand design lengkap untuk PPDB tingkat SMA negri tahun depan.

”Bikin grand design lengkap untuk PPDB ke depan, aturan ketat, jajaran Dindikbud harus selaras dengan perintah dia,” ucapnya.

Grand design besar itu, sambungnya, mencakup rencana penambahan ruang kelas atau sekolah. Tapi political dan goodwill ini Pj Gubernur ini musti didukung oleh anak buah yang selaras yakni yang menjabat di Dindikbud agar konsisten pada aturan.

”Kalau memang ada persepsi sebagian masyarakat kalau kacaunya pelaksanaan PPDB SMA negeri di Banten karena ada misi menghancurkan kinerja dan nama Pj Gubernur, saya kira anggapan atau persepsi itu sah-sah saja dan wajar,” ungkap Adib.

Tapi, lanjutnya, indikasi untuk merusak nama Pj Gubernur Banten itu sangat kecil.

”Kenapa saya katakan wajar, Kepala Dindikbud ini ‘kan pejabat bawaan mantan Gubernur Wahidin Halim dan Pj Gubernur Al Muktabar juga pernah berseteru dengan WH. Sekali lagi indikasi itu kecil,” tegasnya

Sedangkan, Akademisi Universitas Lampung Yhanu Setyawan mengatakan, gagalnya Pemprov Banten tahun ini mengimplementasikan sekolah metaverse selain belum adanya izin dari Kemendikbud, juga disebabkan belum siapnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi masalah pendidikan manangkap gagasaan Pj Gubernur Banten membuka sekolah berbabis online tersebut.

”Bagaimana mau membuka sekolah metaverse, mengurusi masalah PPDB yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya saja masih kacau,” ujarnya, kepada INDOPOS.CO.ID, Jumat (15/7/2022).

Menurut Yhanu, pelaksanaan PPDB tahun ini tidak saja menciderai rasa keadilan bagi siswa dan atlet beprestasi yang gagal masuk ke sekolah negeri, namun juga menciderai rasa keadilan masyarakat, karena tidak adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan PPDB. Baik melalui jalur zonasi, afirmasi, prestasi dan perpindahan orangtua.

”Kisruhnya PPDB tahun ini kan karena tidak adanya aturan yang jelas tentang PPDB, sehingga banyak calon siswa yang diterima di sekolah negeri karena memiliki konektivitas dengan orang politik,” ungkapnya.

Yhanu berharap kepada pihak pihak yang bertanggungjawab terhadap gagalnya PPDB tahun ini untuk tahu diri. “Pejabat yang merasa gagal dalam melaksanakan PPDB berpikirlan secara mandiri, ksatria dan berkesadaran,” tandas pakar hukum tata negara ini.

Pj Gubernur Banten Al Muktabar akan melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait kisruhnya pelaksanaan PPDB tahun ini.

”Tentu saya akan menghormati suara suara yang disampaikan sebagai pesan publk yang juga menjadi dasar pengambil keputusan,” katanya, kepada wartawan.

Sayangnya hingga kini kepala Dindikbud Banten Tabrani dan Sekretaris Dindikbud Taqwim belum bisa diminta komentarnya, terkait banyaknya kritikan pelaksanaan PPDB tahun ini.

Saat dihubungi melalui ponselnya sedang tidak aktif, sementara ponsel Sekretaris Dindikbud Taqwim meski sedang online, namun pesan yang dikirimkan tidak berbalas dan ketika dihubungi melalui sambungan telepon meski berdering juga tidak direspon. (yas)

Exit mobile version