Melenceng dari RPD, Ramai-Ramai Kritik Kebijakan Pj Gubernur Banten

DPRD Banten

Wakil Ketua DPRD Banten, M Nawa Said Dimyati. (Istimewa)

INDOPOS.CO.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten mengungkapkan, selama tiga bulan menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar berhasil menciptakan 5 kegaduhan di internal Pemerintahan Provinsi Banten dan ruang publik, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang melenceng dari rencana pembangunan daerah (RPD) yang sudah disusun oleh kepala daerah sebelumnya.

“Dalam 3 bulan ini ada beberapa isu penting di Pemprov Banten, diantara adalah soal Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) perampingan SOTK-OPD, masalah kekacauan PPDB, wacana membuka sekolah Metaverse, wacana pembangunan Hotel di IKN, dan rencana pembangunan rest area raksasa mencontoh konsep rest area di Salatiga, Jawa Tengah, di kawasan pelabuhan penyeberangan Merak,” terang M Nawa Said Dimyati, wakil ketua DPRD Banten kepada indopos.co.id melalui pesan WhatsApp, Selasa (2/8/2022).

Menurut anggota legislator partai Demokrat yang akrab disapa Cak Nawa ini, kegaduhan tersebut bersumber dari kebijakan Pj Gubernur. “5 hal tersebut bersumber dari kebijakan Pj Gubernur,” cetusnya.

Sementara akademisi yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, sangat tidak rasional dan cenderung koruptif rencana pembangunan kantor penghubung serta hotel di IKN Kalimantam Timur oleh Pemprov Banten di bawah kepemimpinan penjabat Gubernur.

“Pertama, Al Muktabar tak miliki kepekaan pembangunan di Banten, baik infrastruktur maupun pembangunan manusianya. Ia berpikir di luar jangkauan kebutuhan dan kegentingan masyarakat Banten,” ungkap Dedi, Selasa (2/8/2022).

Menurut Dedi, gaya menggagas secara seporadis ini sangat membahayakan masyarakat Banten. ”Al Muktabar kehilangan kontrol atas jabatan transisi yang ia miliki,” imbuhnya.

Terlebih kata Dedi, IKN itu belum ada dan urgensi memiliki kantor penghubung itu juga tidak ada, bahkan dalam sistem pemerintahan Indonesia, kantor penghubung itu tidak ada, karena pemerintah pusat telah memiliki kantor daerah. “Artinya apa, kantor penghubung itu semestinya tidak ada, kecuali kita menjadi negara federal. Pemikiran Al Muktabar memprihatinkan,” ujarnya.

Dedi mengatakan, dengan kondisi masyarakat Banten saat ini, akan jauh lebih baik jika Al Muktabar melanjutkan pembangunan yang sudah tercanang di pemerintahan definitif sebelumnya, pembangunan jembatan, jalan, sekolah, dan sarana publik di pedalaman. “Gagasan nyeleneh ini bisa saja membuat sanksi publik atas kiprah Al Muktabar selama ini di Banten,” tandasnya.

Terpisah, ahli hukum Tata Negara dari Universitas Lampung (Unila) Yhanu Setyawan mengatakan,ide atau gagasana yang dikeluarkan oleh Pj Gubernur Banten, seperti membuka sekolah metaverse, pembangunan hotel dan kantor penghubung di IKN Kalimantan Timur, serta pembangunan rest area di Merak sah sah saja sepanjang ide tersebut saat direalisasikan dalam bentuk progam, maka program pemerintahan tersebut tidak boleh keluar dari sekadar mimpi orang atau keinginan seseorang. “Kerja pemerintahan itu adalah kerja yang terencana, maka harus ada dalam rencana pembangunan daerah,” ujarnya.

Menurut Yhanu, jika program pemerintahan hanya berasal dari ide orang, bukan dari rencana pembanguan daerah, maka akan sangat berbahaya dan akan muncul kesewenangan dalam memerintah.”Kita kan punya RPD dan di dalam RPD itu dibahas, diurai dan urgensi yang kemudian disesuaikan dengan kondisi objektif daerah yang disetujui oleh DPRD,” cetusnya.

Yhanu menambahkan, penentuan kebijakan prioritas pembangunan harus disesuaikan dengan target pencapaian pembangunan. ”Pembangunan hotel dan rumah singgah di IKN, serta pembangunan rest area di Merak itu ada nggak sih urgensinya untuk peningkatan IPM (Indek Pembangunan Manusia, APM (Angka Partisapasi Masyarakat) dan lain sebagainya,” tutur Yhanu.

Menurut Yhanu, rencana pembangunan rest area di kawasan pelabuhan penyeberangan Merak, sangat bagus untuk mengurai kemacetan yang terjadi setiap tahun saat arus mudik. Tetapi, dengan adanya pembangunan rest area itu adakah multi player efek untuk masyarakat Banten ? Maka hal tersebut harus dikaji terlebih dahulu secara konperehensif. ”Apalagi pembangunan yang ada relasi antar pulau sebenarnaya adalah kewenangan dari pemerintahan pusat, bukanlah kewenangan daerah meski teritorinya ada di Banten,” tandasnya.

Sementara Pj Gubernur Banten Al Muktabar yang dikonfirmasi mengatakan, kebijakan yang diambil harus juga dilihat juga dari sisi positifnya. ”Mohon perkenan untuk dlihat juga sisi positifnya, salam sehat dan bahagia selalu,” tulis Al Muktabar melalui pesan WhatsApp. (yas)

Exit mobile version