Terkait Kasus Dugaan Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe, Ini Kata Pengacara

Gubernur-Papua-Lukas-Enembe

Gubernur Papua Lukas Enembe Foto: dok INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Menteri Koordinator Bidan Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavananda telah mengumumkan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Gubernur Papua Lukas Enembe, dalam konferensi pers di Kantor Menko Polhukam, Senin (19/9/2022).

Mahfud mengatakan bahwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan gratifikasi Rp 1 miliar.

Mahfud membeberkan dugaan korupsi Gubernur Papua dua periode itu, mulai dari sangkaan jumlah uang yang fantastis, hingga aktivitas judi di kasino luar negeri.

Mahfud mengatakan kasus Lukas Enembe bukanlah rekayasa politik partai politik tertentu atau pejabat tertentu. Ini murni kasus hukum. Karena itu ia meminta dukungan dari masyarakat Papua untuk menuntaskan kasus ini.

“Lukas Enembe bukan hanya diduga menerima gratifikasi sebanyak Rp 1 miliar. Di balik itu, PPATK menemukan dugaan bahwa Lukas menyimpan dan mengelola uang yang jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah,” ungkap Mahfud.

Menanggapi pernyataan Menko Polhukam, Kepala PPATK dan Wakil Ketua KPK, Drs Aloysius Renwarin, SH, MH selaku pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan penetapan tersangka terhadap kliennya Lukas Enembe sangat janggal karena belum pernah dimintai keterangan atau belum pernah diperiksa sebagai saksi oleh KPK.

“Hingga saat ini, KPK belum memeriksa Gubernur Papua. KPK menetapkan Gubernur Papua sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi Rp 1 miliar saat beliau berobat ke Singapura. KPK hanya memeriksa satu orang atas nama Konolaka, yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih di rumah kediaman Gubernur Papua Lukas Enembe di Koya, Jayapura,” ujar Aloysius Renwarin ketika dihubungi indopos.co.id, Selasa (20/9/2022).

Menurut Aloysius, penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan hal yang ajaib. Ia menilai KPK melawan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam penyelidikan kasus kliennya.

“Penyelidikan khayak gini tidak profesional,” tandasnya.

Aloysius mengaku, kliennya Lukas Enembe telah dipanggil KPK dalam status tersangka pada tanggal 12 September 2022.

“Beliau (Lukas Enembe) tidak hadir karena kondisinya lagi sakit, tidak bisa bergerak,” katanya.

Aloysius mengungkapkan, kliennya Lukas Enembe akan memenuhi panggilan KPK kalau kondisinya sehat. Namun, kliennya meminta kepada penyidik KPK agar memeriksanya di kediamannya di Koya, Jayapura.

“Belum ada pemanggilan kedua dari KPK. Hanya beliau (Lukas Enembe) kondisinya sedang sakit, kakinya bengkak dan badannya belum fit. Dia minta berobat ke Singapura, namun Jakarta belum mengizinkan dengan alasan telah ditetapkan tersangka oleh KPK,” ungkapnya.

Terkait rekening gendut dan dugaan aliran uang ke tempat perjudian kasino, kata Aloysius, di Indonesia belum ada undang-undang pembuktian terbalik.

“Ketika ditemukan rekening gendut, tidak bisa secara serta merta KPK melakukan pemeriksaan terhadap pemilik rekening. Kalau itu terjadi, KPK menggunakan UU apa sebagai dasar hukum. Terkait adanya aliran dana ke tempat perjudian, itu urusan pribadi tidak ada kaitannya dengan keuangan negara,” tandasnya.

Aloysius menilai, kasus yang menimpa kliennya Lukas Enembe merupakan kriminalisasi. Kasus yang awalnya dugaan gratifikasi Rp 1 miliar, kemudian mengungkit hal-hal lain seperti pemblokiran rekening Rp 71 miliar dan judi kasino di Singapura yang masuk wilayah pribadi.

“Soal perjudian itu hal pribadi bukan menggunakan uang negara. Tidak ada undang-undang pembuktian terbalik memblokir rekening orang. Undang-undang mana yang dipakai untuk memblokir rekening orang itu. Itu kan belum bisa dibuktikan,” tegasnya.

Sebelumnya Mahfud mengatakan dugaan korupsi yang dilakukan Lukas meliputi alokasi janggal anggaran operasional pimpinan Pemerintah Provinsi Papua yang nilainya mencapai ratusan miliar. Selain itu, kata dia, ada pula dugaan penyelewengan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) dan dugaan bahwa Lukas memiliki manajer untuk melakukan pencucian uang (money laundry).

Sementara itu Kepala PPATK Ivan mengatakan lembaganya menemukan dugaan bahwa Lukas menyetorkan secara tunai uang sejumlah Rp 560 miliar ke kasino. Dia menyampaikan uang itu disetorkan ke rumah judi dalam periode yang tidak sebentar. Salah satu yang ditemukan PPATK, katanya, adalah Lukas diduga pernah menyetorkan secara langsung uang sejumlah 5 juta dolar ke rumah judi. “Itu nilai yang fantastis,” tuturnya.

Menurut Ivan, ada dua negara yang diduga menjadi tempat Lukas melakukan transaksi perjudian. Namun Ivan tak menyebutkan kedua negara tersebut. Dia hanya mengatakan telah menyerahkan data mengenai aktivitas judi itu ke KPK.

Selain setoran ke rumah judi, Ivan mengatakan lembaganya juga mendapati Lukas membeli jam tangan mewah. Jam tangan itu, kata dia, berharga 55 ribu dolar atau setara Rp 556 juta.

Ivan mengatakan lembaganya telah memblokir sejumlah rekening Lukas Enembe. Rekening itu disimpan dalam sejumlah bank dan asuransi. Jumlah uang dalam rekening tersebut mencapai RP 71 miliar.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membantah penetapan tersangka terhadap Lukas merupakan kriminalisasi.

Alex mengatakan dugaan gratifikasi Rp 1 miliar hanya sebagian kecil dari sangkaan terhadap Lukas. Alex mengatakan lembaganya kesulitan memeriksa Lukas, karena politikus Partai Demokrat itu tidak kooperatif.

“Perkara yang lain masih kami kembangkan,” ungkapnya.

Alex meminta Lukas untuk kooperatif dengan bersedia diperiksa oleh KPK. Dia mengatakan lembaganya akan menghentikan penyidikan kasus ini, bila Lukas bisa membuktikan bahwa duit yang dia punya bersumber dari usaha legal.

“Kalau mau diperiksa di Jayapura kami memohon kerja samanya agar masyarakat ditenangkan,” tutup Alex. (dam)

Exit mobile version