Pegiat Medsos Sebut Keterbukaan Informasi Publik di Pemprov Banten Hanya Basa-basi

Pegiat Medsos Sebut Keterbukaan Informasi Publik di Pemprov Banten Hanya Basa-basi - Ucu Nur Arief Jauhar - www.indopos.co.id

Pegiat media sosial dan pengamat kebijakan publik Banten Ucu Nur Arief Jauhar. (Yasril/ INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.ID – Pegiat media sosial (Medsos) yang juga pengamat kebijakan publik Banten Ucu Nur Arief Jauhar mengatakan, keterbukaan informasi publik sebagai modal dasar pembangunan yang dikatakan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar dalam Presentasi Uji Publik Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2022 oleh Komisi Informasi Pusat di Jakarta baru-baru ini hanya sekadar basa-basi.

“Apa yang dikatakan oleh Pj Gubernur bahwa adanya keterbukaan informasi publik di Pemprov Banten saat ini hanya lip service. Buktinya, betapa sulitnya masyarakat meminta informasi publik di PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) di setiap OPD,” ujar Ucu kepada indopos.co.id di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kamis (3/11/2022).

Ia mengungkapkan, setiap masyarakat atau LSM yang meminta informasi publik ke OPD (Organisasi Perangkat Daerah) selalu diadang oleh Satuan Pengamanan (Satpam) di OPD atau harus melalui Komisi Informasi (KI), bahkan data yang disajiman oleh PPID adalah data lama yang menyesatkan.

”Kenapa saya katakan bohong. Contoh, meja informasi publik tidak dapat diakses langsung oleh masyarakat, karena harus bernegosiasi dulu dengan petugas Satpam untuk bisa menuju meja informasi publik,” cetusnya.

Selain itu, fasilitas yang disediakan di meja informasi publik jauh dari kata layak, karena tidak adanya informasi DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) dengan dalih sudah ditayangkan di web pemprov. Padahal, data informasi publik yang ditayangkan di web Pemprov Banten sudah tidak upto date alias data lama, bahkan terkesan menyesatkan.

”Contoh kecil, profil Pemprov Banten yang ada di web menulis jumlah penduduk Banten masih 9 juta jiwa. Padahal, berdasarkan keterangan BPS (Badan Pusat Statistik) hasil sensus penduduk, jumlah penduduk Banten saat ini sudah 11 juta lebih,” ungkapnya.

Tak hanya itu, data di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) tentang perlindungan anak dari tahun 2017 hingga 2019 datanya tidak ada perubahan dan terkesan copy paste per semester.

”Masa pelanggaran tentang perlindungan anak itu seperti sudah diatur. Misal, di Pandeglang ada perkosaan anak jumlahnya 10, terus semester berikutnya juga 10 kan nggak masuk akal,” cetusnya.

Diungkapkan juga, web di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIIH) milik Pemprov Banten juga tidak menampilkan semua Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), sehingga bagaimana adanya keterbukaan informasi publik di Banten seperti yang dikatakan oleh Pj Gubernur.

Sebelumnya, akademisi Universitas Islam (Unis) Syeh Yusuf Tangerang Adib Miftahul juga mengkritik pernyataan Pejabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar yang menyatakan bahwa keterbukaan informasi publik sebagai modal utama dalam pembangunan hanya sebuah retorika.

“Saya melihat pesannya jelas, bahwa Pj Gubernur ini memang pandai beretorika dan ahli dalam wacana,” ujar Adib yang juga Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) ini .

Ia mengambil contoh, sulitnya wartawan mendapatkan informasi dari OPD tentang masalah prinsip dan krusial dalam kebijakan dari leading sektor Pendidikan, yakni dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terkait rencana pelantikan Cawas, Kepsek, kepedulian pada pendidikan yang sengaja ditutupi dengan bahasa puitis seolah olah baik-baik saja.

“Susahnya meminta statemen OPD adalah bukti bahwa temen teman wartawan menemukan anti tesis, yaitu bertolak belakang dengan kenyataan,” tegasnya.

Indopos.co.id sendiri yang coba mengkonfirmasi beberapa hal penting kepad Pj Gubernur dan Pj Sekda kerap tak dapat respon alias sering diabaikan. (yas)

Exit mobile version