INDOPOS.CO.ID – Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Ikhsan Ahmad menuding, calon calon yang diajukan untuk menjadi Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, maupun yang saat ini menjabat sebagai Plh (Pelaksana Harian) diduga adalah makhluk – makhluk kooptatis mekanistis yang menikmati jabatan dengan segala privilegenya.
Hal ini dikatakan oleh akademisi Untirta Ikhsan Ahmad yang juga dosen FISIP di Universitas Negeri di Banten ini menyikapi berbelit belitnya penentuan Pj Sekda Banten pasca habisnya masa jabatan M Tranggono sebagai Pj Sekda.
“Bisanya orang yang selalu mendapatkan privilege akan menari dengan riang ditengah kegelisahan persoalan birokrasi dan masyarakat yang semakin melorot kualitas, moral dan substansinya,” ujar Ikhsan kepada indopos.co.id, Jumat (17/3/2023).
Ikhsan mengatakan, seorang pejabat atau siapapun yang mendapatkan privilege dari atasannya, adalah orang yang minim prestasi dan keberhasilannya menduduki suatu jabatan ditentukan oleh berbagai faktor pendukung, seperti ada tekanan dari pihak lain atau orang tersebut bisa mengambil hati atasannya dengan cara diluar kebiasaan.
“Pj Gubernur Banten adalah pemimpin yang cerdas dan cekatan dalam berwacana, namun memiliki resistensi dan kelemahan mendasar dalam menentukan dan mengimplementasikan kebijakan,” tutur Ikhsan.
Ia menuding, kelemahan dari Pj Gubernur selama ini adalah dalam menempatkan kepentingan strategis yang berpihak pada keberlanjutan kebijakan ke depan dan kepentingan masyarakat.
“Pendekatan kehati-hatian atas dasar pertimbangan kelompok politik tertentu menjadi semakin nampak dan tidak menjadikan arti apapun pendekatan prosedural dan normatif yang dianggap lurus, malah sebaliknya menjadi lamban. ditambah sikap over leadeship yang kompleks, yakni merasa Banten dapat di urus seorang sendiri,” ungkap Ikhsan.
Kepemimpinan seperti itu kata Ikhsan, secara mendasar menunjukkan kelemahan pada upaya pembentukkan tatanan birokrasi yang dibutuhkan menuju tahun politik 2024, bahkan akan terus mengalami defisit kepercayaan dari elemen elemen kritis yang berperan dalam memberikan input kepada pemerintah.
“Sementara lingkungan pembisik diskitar Pj Gubernur rabun dalam melihat kelemahan ini dan gagap untuk kritis kepada Pj Gubernur. Disisi lain OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang ada nampaknya juga gagal dalam membangun sinergi positif dengan atasannya.Yaitu Pj Gubernur, karena beberapa faktor diantaranya, sikap pragmatisme OPD dan ketidakmampuan Pj Gubernur mengkonsolidasikan OPD dalam irama yang sama.
“Dalam konteks pergantian PJ Sekda, dari semua calon yang ada hanya dapat memenuhi unsur prosedural formal sebagai Pj Sekda berikutnya sebagai pengganti Pj Sekda sebelumnya. Namun dari profile geografis yang ada, calon yang diajukan adalah makhluk makhluk kooptatis mekanistis yang menikmati jabatan dengan segala privilegenya yang akan menari dengan riang ditengah kegelisahan persoalan birokrasi dan masyarakat yang semakin melorot kualitas moral dan substansinya,” tandas Ikhsan.(yas)