Emrus : Harta Kekayaan Pejabat Harusnya Tak Melonjak Saat Menjabat

Emrus

Pakar ilmu komunikasi dan komunikolog Indonesia Emrus Sihombing (istimewa)

INDOPOS.CO.ID – Belakangan ini muncul fenomena nitizen yang berani menguliti gaya harta kekayaan pejabat yang fantastis dan gaya hedonis anggota keluarganya, setelah menduduki jabatan tertentu di pemerintahan dan legislatif.

Baik itu pejabat pusat maupun kepala daerah, seperti gaya hidup anggota keluarga mantan pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo, Sekda Riau SF Hariyanto, hingga kekayaan bupati Indramayu Nina Agustina, dan bupati Pandeglang Irna Narulita yang dinilai oleh nitizen bernilai fantastis.

Menyikapi fenomena ini, komunikolog Indonesia Emrus Sihombing menjelaskan, seyogiyanya jika seseorang menduduki jabatan tertentu yang mengurus kepentingan rakyat, harta kekayaannya tidak melonjak tajam karena hari harinya sudah terkuras habis untuk mengurus rakyat dan tidak terpikirkan lagi untuk mengembangkan bisnis.

“Harusnya kekayaan pejabat. Sebut misalnya kepala daerah, harusnya berbading terbalik dengan kemajuan daerah yang dipimpin, bukan malah berbading lurus,” ujar Emrus yang juga pakar ilmu komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) ini kepada indopos.co.id, Seasa (25/4/223).

Ia menjelaskan, berbanding terbalik yang dimaksud adalah, jika pembangunan di daerah tersebut berjalan signifikan sesuai dengan APBD secara efektif dan efesien, maka seyogiyanya kekayaan kepala daerahnya menurun.

“Kenapa kekayaan pejabat itu harus menurun ? karena perhatian, tenaga, pikiran dan perasaannya, sudah terfokus untuk pembangunan daerahnya. Namun, jika daerah itu maju dan kekayaan pejabatnya semakin melimpah, itu juga patut dipertanyakan darimana sumber dari kekayaannya tersebut,” tutur Emrus.

Emrus juga mengapresiasi kelincahan nitizen Indonesia yang berhasil menguliti harta kekayaan dan gaya hidup anggota keluarga pejabat yang viral belakangan ini, sebagai bentuk kontrol sosial dan tanggungjawab sebagai warga negara untuk melakukan pengawasan kepada pejabat publik, sehingga berhasil menarik perhatian dari Aparat Penegak hukum (APH) seperti KPK.

“Kalau ada harta pejabat yang tiba tiba melonjak seperti yang diungkap oleh nitizen, patut dipertanyakan darimana sumber sumber kekayaannya tersebut didapat, karena seorang pejabat tidak mungkin punya waktu untuk mengelola bisnisnya,” cetus Emrus.

“Bukankah sekarang kita sering lihat KPK kerap melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) kepada oknum kepala daerah ? Artinya apa, berarti oknum kepala daerah itu melakukan penyimpangan.Maka bagi oknum kepala daerah yang tidak ketahuan korupsi maka kekayaannya akan melonjak,“ sambungnya.

Lebih jauh Emrus menyarankan kepada pejabat publik atau kepala daerah yang tengah disorot harta keyaannya oleh nitizen maupun oleh pegiat anti korupsi, untuk menjelaskan sumber harta kekayaannya dengan membawa data dan juga ketaatannya dalam membayar pajak.

“Alangkah baiknya, pejabat yang tengah disorot oleh publik berkewajiban untuk menjelaskan sumber harta kekayaannya sebelum menjabat dan setelah menjabat, termasuk ketaatannya dalam membayar pajak atas penambahan kekayaan itu sebagaimana janjinya saat kampanye,” saran Emrus.

“Justru kalau dia memilih diam dan bertahan, malah akan menimbulkan kecurigaan,” sambungnya.

Emrus juga berharap kepada APH untuk proaktif menyikapi fenomena terkuaknya gaya hidup dan harta kekayaan pejabat yang fantastis tersebut, dengan melakukan klarifikasi dan profiling kepada oknum pejabat yang disorot tersebut.

”APH harus proaktif melakukan pemanggilan untuk klarifikasi, termasuk melakukan profiling terhadap oknum pejabat yang disorot tersebut,” tandasnya.

Sebelumnya, pegiat anti korupsi Banten Uday Suhada mengaku miris melihat ketimpangan pembangunan di Pandeglang, jika dibandingkan dengan kekayaan bupati dan gaya hidup anggota keluarganya yang hedonis.

“Wajar jika netizen menyoroti kekayaan bupati Pandeglang. Sebab kekayaan bupati Pandeglang paling banyak dibandingkan dengan bupati/walikota di Banten. Akan tetapi rakyatnya paling miskin se Banten. Bayangkan saja, data BPS menyebutkan bahwa rakyat Pandeglang itu 46 persennya terkategorikan sebagai warga miskin ekstrim. Hampir separuhnya loh. Maka sangat kontradiktif kondisinya,” ungkap Uday.

Di sisi lain, kata Uday, persoalan dasar kebutuhan rakyat, baik itu infrastruktur jalan, kesehatan dan pendidikan dasar masih sangat memprihatinkan dan paling buruk di Banten.

“Ditambah lagi dengan gaya anak perempuannya yang borjuis. Pamer kemewahan di luar negeri, menambah muak rakyat Pandeglang yang tertindas dalam cengkraman kekuasaan orang tuanya,” tandasnya.(yas)

Exit mobile version