Kejari Lombok Timur Usut Dugaan Korupsi Pengelolaan Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat

lombok

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur, M Isa Ansyori. Foto: Humas Kejari Lombok Timur

INDOPOS.CO.ID – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, telah meningkatkan penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana amanah pemberdayaan masyarakat (DAPM) periode 2017 sampai 2021 ke tahap penyidikan, sebagaimana hasil gelar yang telah dilakukan.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur, M Isa Ansyori menyampaikan dalam tahap penyidikan tersebut, pihak Kejari sedang menelusuri peran yang bertanggung jawab terkait dengan temuan unsur perbuatan melawan hukum (PMH) pada penyelidikan.

“Untuk itu, pemeriksaan saksi maupun penghitungan kerugian negara akan dilakukan sebagai serangkaian agenda penyidikan,” katanya dalam keterangan Jumat (5/5/2023).

Dia menjelaskan bahwa saksi-saksi yang akan diperiksa adalah para pihak yang sebelumnya memberikan keterangan pada tahap penyelidikan, sedangkan penghitungan kerugian negara akan dikuatkan melalui penghitungan ahli. Pengelolaan Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) yang dilakukan di tengah masyarakat ini didanai oleh Dana Hibah APBN melalui program Bantuan Layanan Masyarakat (BLM) pada tahun 2009.

“DAPM sendiri merupakan hasil transformasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada tahun 2014, yang saat ini menggunakan anggaran dari program BLM. Pengurus DAPM bertindak sebagai pengelola kredit usaha untuk masyarakat, yang diatur oleh akta notaris dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,” ungkapnya.

Menurutnya, mereka berada di setiap kecamatan dan memiliki status sebagai unit pengelola kegiatan (UPK). Pengelolaan DAPM di Kabupaten Lombok Timur sah secara hukum karena telah didukung oleh akta notaris perkumpulan.

“Berdasarkan catatan Kejaksaan, pengelolaan DAPM tersebut menggunakan sisa anggaran PNPM Mandiri Perdesaan tahun 2009 dan didukung dengan dana hibah dari negara sebesar Rp1,5 miliar pada tahun 2014,” pungkasnya.

Masih kata Isa, dia memaparkan dalam pengelolaannya, dana tersebut terus berkembang dari keuntungan setoran kredit usaha kelompok masyarakat. Namun, dalam penyelidikan yang telah dilakukan oleh Kejaksaan, terdapat indikasi perbuatan melawan hukum (PMH) terkait pengelolaan DAPM tersebut.

“PMH tersebut terkait dengan setoran kredit yang tidak sampai pada unit pengelola kegiatan (UPK) di tingkat kecamatan. Salah satu masalah yang muncul adalah uang setoran kredit usaha dari kelompok masyarakat yang tidak sampai ke UPK meskipun sudah dititipkan melalui pendamping,” paparnya.

Sebagai informasi, terdapat dugaan pencairan kredit usaha fiktif yang berpotensi menimbulkan tindak pidana karena tidak adanya jaminan yang harus diberikan oleh penerima kredit kepada pengurus DAPM. Sehubungan dengan indikasi tersebut, Kejaksaan mencatat adanya potensi kerugian negara sebesar Rp1 miliar setiap tahun selama periode pengelolaan DAPM. (fer)

Exit mobile version