DPR Minta MA Usut Tuntas Dugaan Mafia Peradilan di PN Simalungun

ma

Gedung MA, Jakarta. Foto: Dok Setkab

INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Santoso meminta Mahkamah Agung (MA) mengusut tuntas mafia peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. “Mafia peradilan harus ditindak. Siapapun yang terlibat,” tegas Santoso kepada INDOPOS.CO.ID, Jakarta, Jumat (23/6/2023).

Sementara terduga mafia peradilan di PN Simalungun yang merupakan pengacara, menurut dia, berlaku kode etik profesi. Peraturan tersebut telah mengatur terkait kode etik pengacara. “Kami ingin kode etik advokat ini diterapkan secara tegas, tidak ada tebang pilih,” ujarnya.

“Masing-masing profesi (hakim dan penyidik, red) harus memberlakukan kode etik kepada mereka yang melanggar,” imbuhnya.

Keberadaan para hakim, dikatakan dia, bebas merdeka. Namun demikian, setiap putusan hakim masih bisa digugat melalui upaya hukum lain. “Kami menyuarakan apapun yang diputuskan oleh hakim bukan berarti tidak bisa digugat,” katanya.

“Kan masih ada upaya hukum seperti banding dan upaya hukum lainnya,” imbuhnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, sistem hukum di Indonesia peninggalan Belanda, dan memiliki celah terjadinya mafia peradilan. Sebab di dalamnya ada penyidik dari kepolisian, hakim dan pengacara yang membela tersangka.

“Sistem ini berbeda dengan yang dibentuk oleh Inggris dan negara jajahannya. Yang sedikit mengurangi potensi adanya mafia peradilan,” terangnya.

“Karena hakim memutuskan perkara berdasarkan juri, bukan karena persepsi penilaian hakim sendiri,” imbuhnya.

Untuk itu, masih ujar dia, dibutuhkan integritas mulai dari penyidik, hakim hingga pengacara. “Mafia peradilan ini menyebabkan terjadi tebang pilih proses pengadilan di Indonesia,” katanya.

“Mereka yang tidak punya, tak memiliki akses mudah divonis, sementara mereka yang kaya tidak terjerat hukum,” imbuhnya.

Ia meminta kepolisian, jaksa dan hakim membuat turunan undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Sehingga tidak ada lagi penyimpanan seperti praktik mafia peradilan.

“Misalnya di mahkamah agung ada peraturan mahkamah agung (Perma),” bebernya. (dan)

Exit mobile version