INDOPOS.CO.ID – Tata kelola penuauran pupuk bersubdisi jenis NPK dan Urea di Kabupaten Lebak Provinsi Banten diduga bermasalah.
Pasalnya,para petani mengaku kekurangan alokasi pupuk yang dijatah oleh pemerintah kepada seorang petani yang memilki areal tanam padi seluas 3.000 meter sebanyak 8 kilogram untuk jenis NPK, dan 27 kilogram (kg) untuk jenis Urea untuk tig kali musim tanam.
”Saya hanya mendapatkan jatah pupuk NPK 8 kg dengan harga Rp2.300 per kg, dan Urea 27 kg dengan harga Rp2.250 per kg untuk tiga kali musim panen, sehingga saya dan teman teman petani lainnya sangat kekurangan pupuk saat datangnya musim tanam,” ungkap Ipdi, Ketua Kelompok Tani Seberang Lor Desa/Kecamatan Cikulur di hadapan Kepala Ombudsman Banten Fadli Afriadi dan Manajer PT Pupuk Indonesia Dicky Rahendra Cabang Banten dalam pertemuan dengan kios pengecar dan petani di kawasan Warunggunung, Selasa (15/8/2023).
Salah seorang petani lainnya mengungkapkan, kekurangan pupuk yang dialami oleh para petani ini diduga karena adanya perubahan dari pengusulaan kebutuhan pupuk melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) menjadi elektronik alokasi (e-alokasi) yang langsung kepada nama perorangan, sehingga banyak nama pertani yang tidak terinput dalam e-alokasi tersebut sehingga mereka tidak bisa menebus pupuk kepada kios yang sudah ditunjuk sebagai penyalur.
Jamal, salah seorang bagian pemasaran atau AAE Marketing PT Pupuk Indonesia Kabupaten Lebak mengungkapkan, hingga memasuki musim tanah kedua serapan pupuk subsidi di Kabupaten Lebak baru mencapai 30 persen untuk kedua jenis pupuk subsidi dari alokasi sebanyak 18 ribu ton untuk NPK, dan 29 ribu ton untuk urea.
“Kabupaten Lebak masuk dalam zona merah untuk penyaluran pupuk subsidi, karena hingga kini baru terserap 30 persen dari jatah yang diberikan, sehingga tidak menuntup kemungkinan jatah pupuk bersubsidi tahun 2024 di Kabupaten Lebak nanti bisa dikurangi,” ujarnya. (yas)