Pemerintahan Jokowi Lakukan Reformasi di Semua Sektor

Prakarsa Widyacitta

Diskusi-Publik

Ketua Dewan Pengawas Lembaga Diskusi dan Kajian Prakarsa Widyacitta, I Ketut Guna Artha (kanan) bersama narasumber diskusi publik Budiman Sudjatmiko, aktivis politik pro demokrasi (dua dari kiri) dan Hendri Satrio, akademisi Universitas Paramadina (dua dari kanan), di Jakarta, pada Rabu (8/3/2023). Foto: Prakarsa Widyacitta

INDOPOS.CO.ID – Lembaga Diskusi dan Kajian Prakarsa Widyacitta menggelar diskusi publik dengan menghadirkan Budiman Sudjatmiko, aktivis politik pro demokrasi dan Hendri Satrio, akademisi Universitas Paramadina, di Jakarta, pada Rabu (8/3/2023).

Ketua Dewan Pengawas Lembaga Diskusi dan Kajian Prakarsa Widyacitta, I Ketut Guna Artha mengatakan, kegiatan ini mengangkat tema ‘Agenda 2024: Mengubah, Meniru atau Meneruskan?’.

Pria yang akrab disapa Igat ini menyebutkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan reformasi di semua sektor, termasuk pajak, agraria, membangun sistem yang lebih transparan, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang Indonesia sentris dan membangun infrastruktur secara masif.

“Ketersediaan infrastruktur yang memadai diharapkan dapat mengurangi disparitas harga dan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru. Harapannya ini dapat mendorong pemerataan ekonomi hingga ke desa,” ujar Igat.

Hal yang paling monumental adalah mewujudkan gagasan Bung Karno memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan.

Dalam diskusi, Hendri Satrio menyoroti disrupsi teknologi telah menggeser tatanan, etika dan prilaku. Menurutnya, pemilihan umum (Pemilu) harus menjadi sarana demokrasi yang seluruh rakyat menyambut dengan gembira.

“Dibutuhkan pendewasaan dalam memahami sebuah kontestasi. Artinya, perbedaan sikap dan pilihan politik tak boleh sampai ke hati. Oleh karena itulah dibutuhkan edukasi publik sehingga pasca-Pemilu tak menyisakan residu permusuhan,” kata Hensat, sapaan akrab Hendri Satrio.

Pelayan publik hari ini sedang disorot masyarakat khususnya direktorat pajak dan bea cukai. Sehingga, Indonesia membutuhkan pemimpin cerdas dan berintegritas.

Sementara itu, Budiman Sudjatmiko mengajak peserta diskusi untuk menjadi manusia politik, sebagai warga negara yang melek politik.

“Karena jika sebatas menjadi politisi, maka hanya didorong oleh motivasi kekuasaan. Padahal sebagai manusia politik harus memiliki visi dan gagasan, empati (berjiwa sosial), merakyat,” sebut Budiman.

Dalam konteks tema diskusi ini, Budiman menyoroti pemimpin harus mampu melakukan perubahan secara kualitatif, bukan hanya kuantitatif apalagi jika hanya ‘cuantitatif’ (transaksional).

“Perubahan kualitatif yang saya maksud di sini adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki paradigma sebuah pembangunan harus memberi manfaat yang semakin luas kepada masyarakat sekitar sebagai subyek pembangunan, misalnya melalui optimalisasi peran BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah),” bebernya.

Pastinya, seorang pemimpin yang visioner tidak alergi untuk meniru keberhasilan kongkret yang telah dilakukan pemimpin lain, yang penting inovatif dan progresif, serta wajib meneruskan hal yang baik bukan menciptakan sebuah antitesis.(rmn)

Exit mobile version