Antisipasi Inflasi AS, Bank Indonesia Diminta Terbitkan Kebijakan yang Tepat

inflasi

Ilustrasi grafik inflasi dan neraca perdagangan. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) diminta dapat mengantisipasi dampak inflasi tertinggi dalam 41 tahun terakhir 9,1 persen yang dialami Amerika Serikat. Upaya tersebut dilakukan terutama untuk menjaga nilai tukar rupiah.

Menurut anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Didi Irawadi Syamsuddin, pencegahan terhadap laju kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu itu diharap bisa nekan beban utang negara.

“(Inflasi) Ini tentu perlu juga diantisipasi, karena terutama dengan menjaga nilai tukar rupiah dengan policy yang tepat dari BI, agar beban utang dollar beserta bunganya tidak naik tinggi,” kata Didi di Jakarta, Selasa, (19/7/2022).

Ia berpandangan, inflasi yang terjadi di Amerika Serikat akan berdampak kepada banyak negara. Sebab, sebagai negara ekonomi terbesar bahwa ada 80 persen transaksi di dunia berbasis dollar.

“Tentu akan berpengaruh terhadap banyak negara, utamanya jika utang negara tersebut ke Amerika Serikat (AS),” tutur Didi.

Mengenai utang terbesar Indonesia jika digabungkan swasta dan pemerintah terbesar masih Singapura, 60 persen lebih. Hal tersebut dikuti Jepang, AS dan China. “Tapi utang negara ke AS terbesar, 12,64 persen,” beber Didi.

Ia menambahkan, cara menambah utang rupiah kepada rakyat melalui surat berharga bakal dapat mengurangi jumlah uang beredar maupun terjadinya guncangan ekonomi.

“Dalam hal ini menambah utang rupiah kepada rakyat sendiri dengan surat berharga, ini akan mengurangi jumlah uang beredar sekaligus Inflasi,” ucap Didi.

Inflasi Amerika Serikat kembali melesat pada Juni 2022. Departemen Tenaga Kerja AS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) naik 9,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (dan)

Exit mobile version