RUU PPSK Dorong Koperasi Naik Kelas

RUU PPSK Dorong Koperasi Naik Kelas - sektor keuangan - www.indopos.co.id

Ilustrasi usaha sektor keuangan. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Revrisond Baswir mengatakan, kemunculan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dapat diterima dan mendapat respons positif para pelaku koperasi simpan pinjam (KSP).

Pengawasan KSP di dalam pembahasan RUU PPSK bukan hanya akan diawasi OJK, melainkan bakal diawasi Kementerian Koperasi dan UKM.

Sekaligua membuat koperasi diperlakukan setara dengan financial technology (fintech), perbankan, asuransi, dan semua yang bergerak di sektor keuangan.

“Seharusnya, masyarakat simpan pinjam berbesar hati (atas adanya RUU PPSK) karena sekarang tidak didiskriminasi lagi. Jadi, naik kelas, diperlakukan sama dengan badan hukum yang lain,” kata Revrisond, Rabu (7/12/2022).

Menurutnya, OJK memang seharusnya berkewajiban mengurusi seluruh usaha yang bergerak di sektor keuangan. Sementara adanya pengawasan OJK hanya koperasi bergerak di bidang keuangan, bukan koperasi di bidang produksi dan konsumsi.

Di sisi lain, tidak ada pembedaan pengawasan otoritas keuangan terhadap koperasi dan bukan koperasi di seluruh dunia. Semuanya diperlakukan dengan hal sama karena memiliki badan hukum dan bergerak di sektor keuangan.

Ia menambahkan, seharusnya KSP diakomodir berbagai sektor lain yang bergerak di bidang keuangan. Karena itu, tidak heran jika terjadi problem seperti delapan KSP bermasalah yang merugikan negara puluhan triliun rupiah.

Tentu perlu dipahami bahwa koperasi berasal dari Eropa yang kemudian berkembang ke seluruh dunia. Berbagai jaringan koperasi dari sejumlah negara akhirnya membentuk International Cooperative Alliance (ICA).

Tujuannya menyatukan gerakan-gerakan koperasi di setiap negara agar terjadi keseragaman, terutama dalam cara memandang jati diri koperasi yang sejati. Namun, banyak yang menganggap koperasi asli dari Indonesia.

“Jadi, kalau mau bicara konsep koperasi, kita tinggal mengikuti saja perkembangan dunia (seperti) di ICA, di Inggris, di Prancis, di Jerman, di Skandinavia, di Jepang, dan di Singapura,” jelas Revrisond.

“Sebenarnya sederhana kan? (etapi), karena terlanjur menganggap koperasi asli Indonesia, lalu tidak mau menoleh (mencontoh negara-negara lain), sehingga (koperasi di Indonesia) jadi semacam miskin pengetahuan mengenai perkembangan koperasi di dunia,” tambahnya.

Perubahan koperasi Indonesia dianggap setara dengan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), padahal koperasi memiliki potensi besar, bahkan berskala multinasional. Koperasi tidak hanya mampu mencapai level UMKM saja.(dan)

Exit mobile version