“Pertarungan” Puan dengan Ganjar Tidak Perlu Dipertontonkan di Ruang Publik

ganjarpuan

Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Foto: Ist

INDOPOS.CO.ID – Pertarungan politik sesama kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) antara Puan Maharani dengan Ganjar Pranowo menjelang 2024 seharusnya tidak perlu dipertontonkan di ruang publik. Karena, kompetisi di ruang publik akan memperlihatkan impresi kurang adanya kesolidan di internal partai.

“Bersainglah di internal partai. Kedua belah pihak (Ganjar dan Puan, red) harus menunjukkan kinerjanya yang terbaik untuk rakyat. Tentu nanti partai memiliki mekanisme tersendiri untuk menentukan siapa calon presiden yang akan diusung. Tentu yang akan dipilih hanya satu kader partai yang akan diusung,” ujar pakar komunikasi politik (komunikolog) dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, kepada INDOPOS.CO.ID, Selasa (15/2/2022).

Emrus mengatakan, pertarungan di ruang publik antara sesama kader partai tentu akan merugikan partai itu sendiri. Sebab, ketika mekanisme partai nanti akan dilakukan maka semua kader tentu harus bersatu dan bergotong royong menjalankan keputusan partai.

“Yang perlu dicatat bahwa kedua figur (Puan dan Ganjar, red) belum pernah menyatakan secara eksplisit bersedia mencalonkan diri menjadi capres. Pertarungan di ruang publik itu muncul karena komentar dari pihak ketiga atau pihak lain sehingga situasinya terkesan memanas,” kata Emrus.

Emrus mendorong baik Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo maupun Ketua DPR RI Puan Maharani, untuk gentle menyatakan ke publik siap atau tidak siap menjadi capres.

“Kalau memang bersedia menjadi capres, katakan kepada publik bahwa siap menjadi capres. Jangan gunakan politik malu-malu,” ujarnya.

Emrus juga meminta kepada publik atau kelompok tertentu agar tidak mendorong atau mendukung figur yang belum tentu bersedia dan siap menjadi capres.

“Kalau nanti figur yang didukung ternyata tidak dicalonkan oleh partai atau tidak bersedia mencalonkan diri, maka dukungan dari kelompok tertentu itu sama seperti cek kosong alias sia-sia,” katanya.

Lebih jauh Emrus mengatakan, indikator popularitas dan elektabilitas bukan satu-satunya variabel dalam mengukur terpilih atau tidaknya seorang figur menjadi presiden. Masih banyak variabel lain yang harus dilihat.

“Hasil survei elektabilitas dan popularitas itu tidak bersifat tetap. Kalau elektabilitas memadai tetapi tidak didukung partai juga akan sia-sia. Sebaliknya kalau elektabilitas kurang memadai, tetapi didukung banyak partai dan masyarakat serta mesin politik bekerja maksimal maka hasilnya pasti baik,” ujarnya. (dam)

Exit mobile version