MUI: Pembatasan Kegiatan Keagamaan Dikembalikan Saat Kondisi Normal

ibadah

Ilustrasi umat muslim menjalankan ibadah. Foto: dok Kemenag

INDOPOS.CO.ID – Pelonggaran pelaksanaan ibadah selama bulan Ramadan merupakan tuntutan adaptasi kesehatan di masa pandemi Covid-19.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa Asrorun Nian Soleh melalui gawai, Sabtu (2/4/2022).

Panduan pelonggaran tersebut, menurut dia, secara detail ditetapkan dalam fatwa MUI. Agar tidak terjadi penularan Covid-19 secara masif.

“Kondisi pandemi Covid-19 saat ini sudah melandai. Dalam ajaran Islam dikatakan, apabila ada kesulitan maka ada dispensasi dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Demikian pula ketika kondisinya sudah kembali, maka itu harus dikembalikan ke normal,” terangnya.

Ini dicontohkan dia saat terjadi puncak pandemi, maka ada pembatasan kegiatan keagamaan. Saat itu MUI membolehkan tidak melakukan aktifitas kegiatan keagamaan yang menyebabkan kerumunan.

“Contoh saat itu (puncak pandemi), MUI tidak mewajibkan melaksanakan salat Jumat. Tapi saat kondisi membaik, maka semua dikembalikan semula,” ungkapnya.

“Namun protokol kesehatan (Prokes), tetap harus diperhatikan,” imbuhnya.

Sebelumnya, MUI mengeluarkan panduan ibadah Ramadan dan Idulfitri 1443 H, di antaranya: dalam mengawali ibadah puasa Ramadan dan Idulfitri 1443 H, umat Islam mengikuti hasil keputusan pemerintah melalui sidang itsbat yang didahului konsultasi dengan MUI dan mendengar pandangan ormas-ormas Islam dan instansi terkait berdasarkan Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Lalu, mengacu pada Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 dan melihat kondisi wabah Covid-19 yang sudah terkendali, maka semua hukum penyelenggaraan ibadah yang selama pandemi Covid-19 ada kemudahan (rukhsah) kembali kepada hukum asal (azimah) antara lain: a. Kewajiban menyelenggarakan shalat Jumat.

B Merapatkan kembali shaf saat shalat berjemaah c. Menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jemaah shalat lima waktu dan shalat tarawih.

Kemudian, umat Islam diimbau untuk mensyiarkan bulan Ramadan dengan berbagai ibadah, seperti shalat tarawih, tadarus Al-Quran, mengikuti pengajian, i’tikaf, dan qiyamu al-lail, serta memperbanyak ibadah, istighfar, dzikir, shalawat, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.

Untuk meningkatkan kepedulian sosial umat Islam diimbau untuk memperbanyak infak, sedekah, dan berbagi untuk berbuka puasa. Lalu, untuk kepentingan pewujudan kekebalan kelompok (herd immunity), umat Islam yang sedang berpuasa boleh melakukan vaksinasi dengan vaksin yang halal.

Kemudian, tes swab, baik lewat hidung maupun mulut, untuk mendeteksi Covid-19 saat berpuasa tidak membatalkan puasa.

Karenanya, umat Islam yang sedang berpuasa boleh melakukan tes swab, demikian juga rapid test dengan pengambilan sampel darah dan penggunaan Genose dengan sampel embusan napas.

Dan menggunakan masker saat shalat berjemaah untuk menjaga diri agar tidak tertular suatu penyakit, seperti Covid-19, hukumnya boleh dan tidak makruh.

Agar zakat fitrah dan zakat mal dapat dimanfaatkan lebih optimal, setiap muslim yang terkena kewajiban zakat, boleh menunaikan zakat fitrah dan menyalurkannya sejak awal Ramadan tanpa harus menunggu malam Idulfitri dan zakat mal boleh ditunaikan dan disalurkan lebih cepat (ta‘jil al-zakah) tanpa harus menunggu satu tahun penuh (Hawalan al-haul) apabila telah mencapai nishab.

Umat Islam diimbau untuk mensyiarkan malam Idulfitri dengan takbir, tahmid, tahlil menyeru keagungan Allah SWT, mulai dari tenggelamnya matahari di akhir Ramadan hingga menjelang dilaksanakannya salat Idulfitri. (nas)

Exit mobile version