Pengamat Minta Pelaku Korupsi di Samsat Kelapa Dua Dijerat UU TPPU

Samsat Kelapa Dua

Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang

INDOPOS.CO.ID – Pengamat kebijakan publik Banten Moch Ojat Sudjarat menduga, ada aktor intelektual dibalik pengembalian kerugian daerah dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pajak di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.

Pasalnya, dalam hitungan hari setelah kasus itu mencuat ke publik ke 4 tersangka yang kini sudah ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mampu mengembalikan kerugian daerah sebesar Rp 5,9 miliar.

“Kami menduga ada aktor intelektual yang memberikan masukan kepada para tersangka, agar dana hasil dari dugaan korupsi tersebut di simpan di Bapenda,” ungkap Ojat kepada indopos.co.id, Minggu (24/4/2022).

Ia mengatakan, ada dua pertimbangan hukum yang menjadi dasar keberatan pihaknya atas diterima uang pengembalian tersebut oleh Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Banten.

Dasar hukum apa Bapenda menerima dana pengembalian senilai Rp 5,9 miliar tersebut ? Hasil dari perhitungan instansi mana bisa keluar kerugian negara sebesar Rp 5,9 miliar ?.

“Bapenda bukan lembaga atau Instansi yang memiliki kewenangan untuk menerima dana pengembalian atas kerugian negara/daerah,” cetusnya.

Ia menuding, adanya dana titipan yang diduga berasal dari hasil kejahatan dan pihak yang menerima tahu dana tersebut, merupakan dari hasil suatu kejahatan, maka patut diduga merupakan tindak pidaa pencucian uang sebagaimana di maksud pada pasal 3 UU TPPU.

“Kami menduga, jika pengembalian dana yang dititipkan di Bapenda Provinsi Banten adalah upaya seakan-akan masalah penggelapan pajak ini sudah selesai karena sudah tidak ada kerugian negaranya,” kata Ojat.

Ia menegaskan, pengembalian kerugian negara dalam kasus dugaan manipulasi pajak kendaraan bermotor di Samsat Kelapa Dua tidak bsia menghapus tindak pidana yang dilakukan

Karena sudah ditemukan mens rea atau niat jahat pelaku untuk memperkaya diri dengan mengemplang uang pajak daerah.

“Jadi kasus ini tidak bisa diselesaikan melalui restorative justice, karena sudah merugikan keuangan negara mencapai miliaran rupiah,” cetusnya.

Bahkan, pihaknya meminta kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk menelusuri aliran dana korupsi tersebut, dan para tersangka bisa dijerat dengan UU Nomor 8 tahun 2010, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Kami akan melayangkan surat kepada PPATK untuk mengusut aliran dana korupsi di Samsat Kelapa Dua, dan para tersangka bisa dijerat dengan tindak pidana pencucian uang,” tegasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten juga mempertanyakan dasar Pemprov Banten dalam menerima pengembalian uang hasil pembajakan pajak di Samsat Kelapa Dua sebesar Rp 5,9 miliar, karena pihaknya belum menemukan dasar yang kuat bagi Pemprov untuk menerima pengembalian uang itu.

Kepala Kejati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan,sejauh ini pihaknya masih mempelajari mengapa Pemprov Banten menerima uang pengembalian dari para hasil pengemplangan pajak tersebut. Sebab secara tagihan pajak, para pembayar pajak sudah membayar sesuai dengan kewajiban.

“Untuk pengembalian, kami sedang mempelajari mengapa ini dikembalikan, kemana ini dikembalikan, dan apa dasar pengembalian. Karena tahun 2021 sudah selesai, si pemohon sudah membayar pajak sesuai klasifikasi,” ujar Kajati.

Pihaknya juga mempertanyakan, mengapa uang tersebut diterima oleh Pemprov Banten. Maka dari itu, Kejati Banten akan terus mempelajari berkaitan dengan uang yang dikembalikan oleh para pembajak sebesar Rp5,9 miliar.

“Kenapa ini diterima? Ini yang sedang kami terus dalami. Dan mengapa ini bisa diterima di tempat itu. Jadi kami akan terus mempelajari itu, dan akan kami lihat bagaimana perkembangan uang yang ada di tempat itu,” ucapnya. (yas)

Exit mobile version