BPIP Dukung Langkah Penegakan Hukum Kepolisian terhadap Khilafatul Muslimin

bpip

Pakar komunikasi politik yang juga Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Benny Susetyo. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mendukung dan mengapresiasi langkah penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian terhadap Khilafatul Muslimin.

Petugas kepolisian telah menangkap Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja dan sejumlah Amir Khilafatul Muslimin di Lampung, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim).

Khilafatul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang mempropagandakan dan mengampanyekan sistem khilafah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ingin mengganti konsep negara Pancasila dan NKRI dengan ideologi khilafah.

“BPIP mendukung langkah yang dilakukan kepolisian karena itu penegakan hukum. Sesuatu yang bertentangan dengan ideologi Pancasila harus ditindak dan diproses karena kita sudah sepakat bahwa ideologi Pancasila adalah ideologi final, di mana semua organisasi dan ormas harus tunduk pada asas ideologi Pancasila. Di luar ideologi Pancasila, tidak diperkenankan. Sehingga apa yang dilakukan kepolisian itu, lebih kepada penegakan hukum dan itu sesuai dengan undang-undang,” ujar Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Romo Antonius Benny Susetyo, Pr kepada indopos.co.id, Minggu (12/6/2022).

Romo Benny menjelaskan, di tengah era digitalisasi saat ini gerakan-gerakan di luar ideologi Pancasila begitu masif dilakukan. Di tengah dunia yang semakin terbuka, kata Benny, muncul ideologi-ideologi utopis yang menawarkan jalan pintas.

Pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja. Foto: Ist

“Seolah-olah dengan mereka memberikan solusi menggantikan Pancasila, semuanya beres. Itu kan utopis, dan itu tidak terbukti,” tandas Benny.

Romo Benny menegaskan Pancasila telah terbukti menyatukan dan mampu menjadi perekat sehingga bangsa ini tetap eksis dan tetap bersatu seperti sekarang.

Langkah yang dilakukan BPIP yakni melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila lewat pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi (PT).

“Tahun depan pendidikan Pancasila diajarkan sendiri. BPIP juga membangun jejaring, dengan menampilkan ikon-ikon prestasi baik dari olahragawan, pegiat sosial, usahawan, seniman, intelektual, dan wirausahawan untuk menjadikan role model. Jadi, harus ada role model,” ujarnya.

BPIP juga kata Romo Benny, harus secara masif melakukan kampanye ke publik lewat media sosial dengan membangun konten-konten dan menggelorakan Pancasila sebagai milik bersama.

“Pancasila diinternalisasikan dalam dua hal yakni pertama, menjadi ideologi yang dihidupi seperti gotong royong, kerja sama, persaudaraan lintas iman. Itu merupakan bagian dari Pancasila yang dihidupi dan juga diyakini masyarakat kita sebagai alat perekat persatuan. Yang kedua, lewat kerja-kerja politik yang disebut ideologi kerja. Maka dengan langkah-langkah itu, konter terhadap wacana ideologi di luar Pancasila, dengan sendirinya bisa kita atasi,” kata Romo Benny.

Menurut Romo Benny, proses internalisasi Pancasila yang paling kuat lewat jalur kebudayaan. Kalau kebudayaan lokal tumbuh subur maka akan memperkuat karakter bangsa.

“Jadi yang harus kita perkuat adalah budaya lokal menjadi jati diri bangsa ini. Karena era digitalisasi ini membutuhkan kesadaran kita bersama untuk mengkonter ideologi-ideologi di luar Pancasila dengan konter wacana lewat pendidikan (PAUD-perguruan tinggi),” kata Benny.

Selain itu, lanjut Benny, literasi media sehingga orang tidak mudah terkecoh atau terpengaruh oleh tawaran ideologi alternatif di luar Pancasila.

Yang terakhir, kata Benny, gerakan-gerakan pembumian Pancasila salah satunya dengan mendirikan kampung-kampung Pancasila di seluruh Indonesia.

Menurut Romo Benny, munculnya ideologi-ideologi utopis di era digitalisasi saat ini merupakan gejala global dan mondial. Hampir semua negara mengalami hal seperti ini (ideologi utopis). Salah satu faktor pemicunya adalah tata dunia yang tidak adil.

“Ideologi utopis selalu tumbuh subur. Penganut ideologi utopis selalu menawarkan ideologi di luar kemapanan, baik melalui ideologi agama maupun liberalisme. Kita sudah berkomitmen kepada Pancasila sebagai satu-satunya ideologi. Karena itu, di luar Pancasila tidak boleh lagi ada,” tegasnya.

Ideologi-ideologi utopis ini bertumbuh subur karena salah satu faktornya adalah kapitalisasi media sosial. Penganut ideologi utopis ini menjadikan media sosial sebagai alat propaganda.

“Bahayanya adalah anak-anak muda yang pemahaman agamanya tidak utuh mudah terjebak dengan janji-janji “surga” itu. Karena itu, pendidikan sejak awal tentang literasi media dan pendidikan kritis sangat penting dilakukan, untuk membentengi pengaruh dari ideologi-ideologi di luar Pancasila itu,” pungkasnya. (dam)

Exit mobile version