Sumber Daya UPPA Polri Terbatas, Kasus Kekerasan pada Perempuan Tinggi

kekerasan

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Foto: Komnas Perempuan untuk indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Komnas Perempuan memandang penting penguatan kelembagaan Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai amanat UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Bisa dengan penguatan kapasitas polisi, khususnya menyangkut perspektif perempuan dan penyandang disabilitas dan penanganan perempuan korban kekerasan seksual,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam keterangan, Sabtu (2/7/2022).

Penguatan lainnya, menurut dia, dengan afirmasi peningkatan jumlah polisi wanita (polwan) dan penerbitan kebijakan-kebijakan internal sebagai pedoman pelaksanaan UU TPKS di institusi Kepolisian.

Ia menambahkan, Polri komitmen dalam menjamin akses keadilan termasuk penyandang disabilitas. Nampak pada penguatan pemberian layanan perlindungan hukum kepada perempuan korban tindak pidana serta penyelidikan dan penyidikan perkara tindak pidana terhadap perempuan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA).

“Kami mencatat pada 2020 telah tersedia 528 Unit PPA di seluruh Indonesia,” bebernya.

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan. Foto: Capture Instagram

Kendati catatan Komnas Perempuan sumber daya polisi sebagai awak UPPA belum ideal dibandingkan lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada 2021 terdapat 454.772 kasus kekerasan terhadap perempuan, di antaranya 4.660 kasus kekerasan seksual.

“Terdapat 10 kasus kekerasan terhadap perempuan terdiri dari 6 kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan dan 4 kasus dari lembaga layanan,” katanya.

“Kondisi ini jadi tantangan bagi Polri dalam melaksanakan UU TPKS,” imbuhnya.

Komnas Perempuan, masih ujar dia, juga mencatat belum adanya data pilah kasus femisida atau pembunuhan perempuan berbasis gender. Karena femisida tak tampak dan tidak dikenal.

Maka korban dan keluarganya tidak mendapat keadilan dan langkah pencegahannya tak dapat dilakukan secara komprehensif.

“Dan masih ada aparat penegak hukum yang belum berperspektif korban dan disabilitas,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version