Komnas Perempuan: Istri Sambo Takut Diancam dan Ingin Mati

Tersangka-PC

Tangakapan layar reka adegan dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Terlihat Putri Candrawathi bersama sopirnya Kuat Maruf di sebuah ruangan. Foto: YouTube Polri Tv

INDOPOS.CO.ID – Komnas Perempuan mengemukakan, temuan terkait dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah. Ada petunjuk awal yang harus ditindaklanjuti pihak kepolisian.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyatakan, penindakan dilakukan dengan mendalami kesaksian asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo maupun hasil pemeriksaan psikolog Putri. Dugaan pelecahan seksual itu terjadi pada 7 Juli 2022.

“Kami menemukan bahwa ada petunjuk-petunjuk awal yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak penyidik, baik dari keterangan P, S (ART-red), maupun asesmen psikologi tentang dugaan peristiwa kekerasan seksual ini,” kata Andy di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Istri polisi bintang dua itu sebelumnya mengaku enggan melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya lantaran malu. Takut pada ancaman pelaku dan dampak jika kasus kekerasan itu dilaporkan.

“Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu, dalam pernyataannya ya, merasa malu,” ucap Andy.

“Menyalahkan diri sendiri, takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya,” tambahnya.

Bahkan terbesit ingin mengakhiri hidup akibat perlakuan yang diterimanya. Pengakuan yang bersangkutan hal tersebut disampaikanya berulang kali.

“Dalam kasus ini, posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut kepada ancaman, dan menyalahkan diri sendiri, sehingga merasa lebih baik mati. Ini disampaikan berkali-kali,” ucap Andy.

Ia menambahkan, jabatan antara atasan dan bawahan tidak dapat menghilangkan potensi kekerasan seksual. Belum lagi, dipengaruhi hal lainnya.

“Kita perlu memikir ulang, bahwa relasi kuasa antara atasan dan bawahan saja tidak cukup untuk serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual,” cetus Andy.

“Karena relasi kuasa itu sesungguhnya sangat kompleks dan dapat dipengaruhi oleh konstruksi gender, usia, maupun juga kekuasaan-kekuasaan lainnya,” sambungnya.(dan)

Exit mobile version