Suap di MA, KPK Kembali Tahan Hakim Yustisial

ma

Ketua KPK Firli Bahuri ketika mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung Edy Wibowo (EW) di Gedung Merah Putih KPK, Senin (19/12/2022). Foto: Youtube KPK for indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka dan menahan seorang Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW) terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

“Hari ini, kami menyampaikan kembali informasi terkait pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin (19/12/2022).

Firli menjelaskan, dari rangkaian penyidikan perkara dengan tersangka Sudrajad Dimyati (SD) dan kawan-kawan, KPK kembali menemukan adanya kecukupan alat bukti terkait dugaan perbuatan pidana lain dalam pengurusan perkara di MA.

“Langkah berikutnya yaitu KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka EW (Edy Wibowo), Hakim Yustisial /Panitera Pengganti Mahkamah Agung,” ungkap Firli.

Sebelumnya KPK juga telah menetapkan dan mengumumkan 13 orang sebagai tersangka, dalam kasus ini yakni SD (Sudrajad Dimyati), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; GS (Gazalba Saleh), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; PN (Prasetyo Nugroho), Hakim Yustisial / Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung GS; RN (Redhy Novarisza), PNS Mahkamah Agung /staf; ETP (Elly Tri Pangestu) Hakim Yustisial / Panitera Pengganti Mahkamah Agung; dan DY (Desy Yustria), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Selain itu, MH (Muhajir Habibie), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung; NA (Nurmanto Akmal), PNS Mahkamah Agung; AB (Albasri), PNS Mahkamah Agung; YP (Yosep Parera), pengacara; ES (Eko Suparno), pengacara; HT (Heryanto Tanaka), swasta /debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana) dan IDKS (Ivan Dwi Kusuma Sujanto), swasta /debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana).

Ilustrasi perbuatan suap. Foto: Freepik

“Seluruhnya telah dilakukan penahanan. Untuk kebutuhan dari proses penyidikan, tim penyidik saat ini menahan tersangka EW selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 19 Desember 2022 sampai 7 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” ujar Firli.

Dalam konstruksi perkara, Firli memaparkan, kasus ini diawali adanya gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Negeri Makassar yang diajukan oleh PT MHJ (Mulya Husada Jaya) sebagai pihak Pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit SKM (Sandi Karsa Makassar) sebagai termohon.

Selama proses persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, majelis hakim kemudian memutuskan bahwa Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, diduga perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta MH dan AB selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang.

Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.

Untuk serah terima uang diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA. Adapun pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Atas perbuatannya, tersangka EW bersama-sama MH dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“KPK berkomitmen untuk menyelesaikan setiap pengembangan perkara, agar penegakkan hukum tindak pidana korupsi dapat dilakukan secara tuntas, efektif, dan efisien. Sehingga segera memberikan kepastian hukum bagi para pelakunya,” tandas Firli. (dam)

Exit mobile version