KPK Dalami Aset Bernilai Ekonomis Milik Tersangka Lukas Enembe

Penahanan-Gub-Papua

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri didampingi Juru Bicara KPK Ali Fikri dan tim dokter dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto ketika melakukan konferensi pers penahanan Gubernur Papua Lukas Enembe, di RSPAD Jakarta, Rabu (11/1/2023). Foto: Youtube KPK

INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa sejumlah saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua dengan tersangka Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe (LE) dan kawan-kawan.

“Kamis (2/2/2023) bertempat di Polda Papua, tim penyidik telah selesai memeriksa sejumlah saksi, yaitu Yonater Karomba (swasta), Herman (notaris), Hendrika Josina Sartje Dina Hindom (swasta) dan David Manibui (Komisaris PT Bintuni Energy Persada),” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (3/2/2023).

“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset bernilai ekonomis dari tersangka LE,” ungkap Ali.

Ali menjelaskan, dari 8 saksi yang dipanggil hanya empat orang yang hadir dan empat lainnya tidak memenuhi pemanggilan KPK. Keempat saksi yang tidak hadir itu yakni Pondiron Wonda (swasta), Dius Enumbi (Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua), Debora Salossa (Plt Kepala Biro Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (BLPBJ) Setda Provinsi Papua) dan Imelda Sun (wiraswasta).

“Untuk para saksi yang tidak hadir akan dilakukan penjadwalan ulang kembali,” tuturnya.

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.

Selain Lukas Enembe, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka dalam kasus itu.

Untuk diketahui tersangka LE di tahun 2013 pertama kali dilantik sebagai Gubernur Papua untuk periode 2013-2018 dan terpilih kembali untuk periode 2018-2023.

Dengan kedudukannya sebagai gubernur, tersangka LE kemudian diduga ikut terlibat hingga berperan aktif dalam beberapa kegiatan pengadaan proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Papua dengan memenangkan perusahaan tertentu di antaranya perusahaan milik tersangka RL yaitu PT TBP (Tabi Bangun Papua) untuk mengerjakan proyek multi years.

Agar dimenangkan, tersangka RL diduga melakukan komunikasi, pertemuan hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan berlangsung.

Adapun pihak-pihak yang ditemui tersangka RL di antaranya adalah tersangka LE dan beberapa pejabat di Pemprov Papua. Melalui pertemuan tersebut, tersangka RL kemudian mendapatkan paket proyek di tahun anggaran 2019-2021, di antaranya sebagai berikut: proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar; proyek multi years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar dan proyek multi years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Diduga kesepakatan yang disanggupi tersangka RL untuk diberikan yang kemudian diterima tersangka LE dan beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Sebelum maupun setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka LE diduga menerima uang dari tersangka RL sebesar Rp 1 miliar.

Tersangka LE diduga juga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp10 miliar.

Hingga sekarang tim penyidik telah melakukan pemeriksaan saksi 76 orang, penggeledahan di 6 tempat di daerah Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Tangerang, Batam dan melakukan penyitaan aset antara lain berupa emas batangan, perhiasan emas dan kendaraan mewah dengan nilai sekitar Rp4,5 miliar.

KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76.2 miliar.

Tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dam)

Exit mobile version