Pengamat: Penuh Kecemasan di Gesture Menkopolhukam dan Menkeu

Pengamat: Penuh Kecemasan di Gesture Menkopolhukam dan Menkeu - menkeu - www.indopos.co.id

Menkopolhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konpers di Kementerian Keuangan. Foto: Instagram/@smindrawati

INDOPOS.CO.ID – Ketua Umum Pengacara Pajak Indonesia (Perjakin) Petrus Loyani mengatakan Dari gestur yang ditunjukkan oleh Ketua Komite TPPU, Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani, terlihat adanya tanda-tanda ketegangan, kecemasan, dan kurangnya keterbukaan di antara kedua belah pihak sejak awal.

Bahkan ketika konferensi pers berakhir tanpa adanya penjelasan yang jelas, salah satu pihak pergi ke arah timur dan pihak lainnya pergi ke arah barat. Hal ini mengindikasikan adanya ketidaksepakatan dan perbedaan pendapat yang signifikan antara keduanya, yang mungkin sulit untuk diatasi atau diselesaikan dengan mudah. Dalam psikologi, hal ini bisa dikaitkan dengan konflik interpersonal dan masalah komunikasi yang tidak efektif.

“Dari gesture Menkopolhukam/Ketua Komite TPPU Mahfud & Menkeu Sri Mulyani terlihat dari awal terlihat tampil dengan ada ketegangan/kekecutan mental/ketidakikhlasan diantara keduabelah pihak, bahkan waktu bubar konpers tanpa basa basi yg satu ngacir ketimur yang lain ngacir kebarat,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/4/2023).

Menurutnya, terlihat bahwa konferensi pers diakhiri tanpa dilanjutkan dengan sesi tanya jawab,Tindakan ini juga dapat diartikan sebagai upaya untuk menghindari kemungkinan munculnya pertanyaan yang tidak diinginkan dari awak media yang hadir. Dalam psikologi, tindakan ini dapat dikaitkan dengan strategi menghindari konflik atau taktik penghindaran, yang seringkali digunakan dalam situasi di mana kekhawatiran akan munculnya ketegangan atau konflik antara individu atau kelompok yang berbeda.

“Akhir konpers tidak dibuka tanya jawab sepertinya untuk menghindari pertunjukan sikap yang saling bertentangan atau takut diuber pertanyaan wartawan,” paparnya.

Ketua Umum Pengacara Pajak Indonesia (Perjakin) Petrus Loyani. (Feris Pakpahan/INDOPOS.CO.ID)

Selain itu, Petrus menilai dalam pernyataan, Mahfud MD menyatakan tekadnya untuk menyelesaikan kasus sebesar Rp 349 triliun yang terkait dengan Kemenkeu. Untuk memenuhi prinsip legal accountibility dan legal certainty, identifikasi kasus hukum tersebut harus dilakukan secara konkret dan spesifik dengan mengidentifikasi kasus pidana asal, kasus TPPU, tempat dan waktu kejadian, modus operandi, tersangka, nominal masing-masing kasus, serta alat bukti yang didapat. Terkait dengan kasus sebesar Rp 189 triliun.

“Dari statementnya Mahfud nampak bersikeras ingin melakukan penuntasan kasus Rp. 349 t terkait kemenkeu dengan melakukan “case building” (suatu istilah yang menurut saya kurang tepat, lebih tepat dipakai istilah legal case indentification,” terangnya.

Mahfud seharusnya menyatakan di mana titik terhentinya penanganan kasus yang terkait dengan LHA dan LHP tersebut, dan memerintahkan APH untuk melanjutkan proses hukum yang diperlukan. Tindakan ini sangat penting dalam menunjukkan tanggung jawab pemerintah dan APH terhadap penanganan kasus secara profesional dan efektif, serta menghindari tumpang tindih atau duplikasi penanganan kasus yang dapat membingungkan masyarakat. Dalam konteks politik, sikap Mahfud ini dapat diartikan sebagai upaya untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta memastikan bahwa lembaga hukum beroperasi dengan baik dan memberikan layanan publik yang berkualitas.

“Maka harusnya yang dilakukan Mahfud selaku Menkopolhukam yang salah satu domain kewenangannya membawahi APH adalah mengungkap di APH mana LHA LHP itu mangkrak lalu memerintahkan APH ybs untuk menuntaskan tindakan hukumnya, biar masyarakat tahu juga tentang “dodolnya” APH,” tutupnya. (fer)

Exit mobile version