Tak Cukup Minta Maaf, Peneliti BRIN Harus Ditindak Tegas

Tak Cukup Minta Maaf, Peneliti BRIN Harus Ditindak Tegas - hilal - www.indopos.co.id

Ilustrasi penentuan hilal. Foto: Kemenag untuk INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Hasan Basri mengecam keras pernyataan ancaman pembunuhan oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin. Ia menilai pernyataan tersebut sangat tidak pantas diucapkan oleh Aparatur Sipil Negara.

“Pernyataan tersebut mencerminkan sikap intoleran, radikal, dan penuh kebencian dan kekerasan,” ujar Hasan dalam keterangannya, Rabu (26/4/2023).

Hasan mengatakan, ancaman tersebut menodai kerukunan umat beragama. Sebab, tidak sedikit masyarakat merasa cemas dan khawatir dengan keselamatannya.

“Mestinya, ini bukan delik aduan. Kalau ada ancaman membunuh seperti ini, aparat penegak hukum (APH) harus segera melakukan langkah antisipatif. Paling tidak, pelakunya diamankan terlebih dahulu. Diperiksa dasar dari pernyataannya,” tegasnya.

“Ucapan ini sangat berbeda, yang kita harapkan BRIN memiliki sikap toleran, rasional, objektif dan berbasis ilmiah. Di sanakan berhimpun para ilmuwan dan teknologi,” tambahnya.

Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). (Dok BRIN)

Hasan meminta kepada Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko untuk segera mengambil sikap tegas atas perbuatan anak buahnya tersebut. Dengan memberikan peringatan dan teguran keras, karena perbuatannya merusak reputasi BRIN.

“Kepala BRIN harus segera bertindak tegas sesuai dengan UU ASN. Ini tidak bisa dibiarkan dan tidak cukup dengan meminta maaf,” ucapnya.

Hasan berharap laporan yang diajukan Lembaga Bantuan Hukum dan advokasi Publik PP Muhammadiyah dapat segera diproses oleh Polri. Sehingga kasus tersebut tidak berlarut-larut. Apalagi kasus tersebut menyangkut kedamaian negeri.

“Kejadian seperti ini bisa bermasalah sampai ke tingkat daerah, dan ini juga menjadi peringat buat ASN lainnya, agar setiap berkomentar hendaknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian,” katanya.

“Kalau yang beda agama saja bisa saling menghormati, kenapa yang hanya berbeda metode penentuan 1 Syawal malah hampir seperti mau perang? Apalagi perbedaan itu bukan hanya sekali ini terjadi,” lanjutnya. (nas)

Exit mobile version