Oleh: Dahlan Iskan
INDOPOS.CO.ID – Begitu banyak alasan untuk memojokkan Al Zaytun. Syekh Panji Gumilang adalah keluarga partai Masyumi. Aktivis HMI. Dekat dengan tokoh-tokoh seperti Nurcholish Madjid, Moh Natsir, Prawoto, Roem, dan seterusnya. Bekerjanya juga di Rabithah Alam Islami yang dimotori Arab Saudi yang Wahabi.
Masyumi adalah partai Islam yang sangat antikomunis. Ia pemenang kedua Pemilu 1955. Pemenang pertamanya PNI (kini menjadi inti dari PDI-Perjuangan). Pemenang ketiga adalah Partai NU. PKI di urutan keempat.
Masyumi anti-PKI. Orang-orang NU pun dulunya Masyumi juga –sebelum memisahkan diri menjadi partai sendiri. Pesantren kami di Magetan yang ubudiyahnya sangat NU dan menjadi pusat tarekat Syatariyah, rasanya juga pernah di Masyumi. Itu lebih karena kiai-kiai kami dibunuh PKI di tahun 1948. Pun sampai mursyid Syatariyah kami ikut sirna.
Kelak, di tahun 2015-an, saya mengajak tokoh sentral PKI-Madiun untuk ke pesantren kami. Kami ingin kebencian lama cukuplah jadi kenangan. Mumpung tokoh itu, Soemarsono, masih hidup. Tinggal di Australia. Dua tahun lalu meninggal dunia.
Partai Masyumi juga sangat anti Bung Karno. Masyumilah yang menganggap Bung Karno kian dekat ke PKI. Masyumi akhirnya terlibat dengan pemberontakan PRRI di Sumatera Barat. Bersama dengan PSI –Partai Sosialis Indonesia. Ketua Partai PSI adalah Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah Prabowo Subiyanto.
Tokoh-tokoh Masyumi pun ditangkap. Seperti Moh Natsir dan Moh Roem. Dimasukkan ke penjara di Madiun. Soemitro Djojohadikoesoemo, yang juga akan ditangkap, melarikan diri ke Malaysia.
Masyumi dan PSI pun dibubarkan oleh Bung Karno.
Ketika Bung Karno dijatuhkan Jenderal Soeharto –sebagian besar Anda belum lahir– orang-orang Masyumi terbelah. Sebagian berkeras mendirikan kembali Masyumi. Soeharto, yang membubarkan PKI, tidak setuju. Soeharto tidak mau Indonesia pindah bandul dari kiri langsung ke kanan. Indonesia harus di tengah. Partai NU tetap eksis karena dianggap partai Islam tengah.
Tapi arus untuk menghidupkan kembali Masyumi sangat besar. Akhirnya disetujui berdiri. Asal namanya bukan Masyumi. Maka berdirilah Parmusi. Partai Muslimin Indonesia.
Partai ini pun tidak boleh sepenuhnya menjadi kandang baru tokoh-tokoh seperti Natsir dan Moh Roem. Ruh partai ini pun dihancurkan dari luar dan dalam.
Sedang NU tetap menjadi partai tersendiri. Demikian juga Syarikat Islam dan Perti. NU kemudian terbukti menjadi partai Islam terbesar di Pemilu pertama 1971. Setelah 16 tahun tidak ada Pemilu.
Pemenangnya sendiri, Anda sudah tahu: Golkar. Menang mutlak. Guyonnya saat itu: penghitungan suara sudah selesai sebelum pencoblosan.
Menurut para ideolog Golkar, Golkar memang harus menang. Dengan segala cara. Lewat cara apa pun. Agar Indonesia bisa meninggalkan pertentangan-pertentangan politik. Agar Indonesia bisa membangun ekonomi.
NU, karena dianggap partai tengah, tidak jadi sasaran operasi ”cara apa pun” itu. Hanya bagian-bagian kecil yang kena sasaran. Intinya: NU boleh tetap hidup tapi tidak boleh mengalahkan Golkar.
Di lain pihak, sebagian tokoh Masyumi sendiri tidak mau partai itu dihidupkan lagi. Untuk apa. Tujuan Masyumi sudah tercapai: PKI sudah dibubarkan oleh Soeharto. “Partai itu, kalau tujuannya sudah tercapai, ya sudah. Bubar saja,” ujar Panji Gumilang mengutip ucapan ayahnya.
Ayah Panji Gumilang memang termasuk di kelompok yang tidak setuju Masyumi dihidupkan lagi. Orang Masyumi justru harus mendukung pemerintahan Soeharto. Soehartolah yang ternyata berhasil membubarkan PKI. Bukan Masyumi.
Maka Panji sangat dekat dengan Orde Baru. Ikut menyukseskan misi membawa Indonesia ke tengah.
Maka, Panji, yang sebenarnya datang dari kelompok anti-PKI, kemudian digebuki oleh kelompoknya sendiri. Apalagi sebagian kelompok itu ada yang terpancing masuk jaringan Komando Jihad/NII. Ini semacam ”perang” di internal sesama kelompok lama anti PKI.
Dan Panji terus bergeser ke tengah. Ia di kanan tapi menjauhi bandul kanan. Kadang bandulnya terlalu jauh dari kanan. Melukai yang kanan.
Tokoh seperti Natsir sendiri lantas lebih aktif di gerakan dakwah. Ia sangat berwibawa di organisasi internasional seperti Rabithah Alam Islami. Panji direkrut organisasi ini. Menjadi perwakilannya di Sabah selama 10 tahun.
Maka ia pun pantas dituduh Wahabi. “Saya ini wahabi yang sering ke makam,” guraunya.
Yang menuduh begitu memang punya amunisinya. Bagi Panji itu tidak masalah. Ia mengatakan hidup itu perlu bukti. Mana yang lebih NKRI: dirinya atau yang menuduh itu.
Panji pun memilih jalan nonpolitik: pendidikan. Energinya ia habiskan di Al-Zaytun. Begitu besar hambatannya. Ia seperti terus menyimpan api di dalam sekam. Yang setiap tahun, menjelang penerimaan siswa baru, meletus ke atas permukaan.
Tapi ia jalan terus.
Kini, seperti ia katakan, perputaran uang di Al-Zaytun mencapai Rp 500 miliar setahun. Ia tetap fokus. Tidak mau masuk politik.
Bagaimana Zaytun bisa berkembang begitu cepat –meski belakangan kalah cepat dengan pesantren NU seperti Amantul Ummah di Pacet, Mojokerto dan Bina Insan Mulia di Cirebon?
“Saya diajari pengusaha Tionghoa Robert Tantular,” ujarnya pada saya di dalam mobil itu.
Saya kenal Robert. Ia pemilik bank CIC yang agresif. Bank itu termasuk yang akhirnya dilikuidasi dan masuk BPPN.
Salah satu kiat yang diajarkan Robert adalah, katanya: pakailah back-to-back. Uang jangan dipakai. Masukkan deposito di bank. Pinjam uang dari bank untuk segala macam proyek. Jaminannya deposito itu.
Sejak itu uang Al-Zaytun selalu tersimpan utuh di bank. Sebelum CIC bermasalah, Panji sudah memindahkan uang Al-Zaytun ke bank pemerintah.
Setiap kali dapat penghasilan, uangnya ia masukkan ke bank. Didepositokan. Dijadikan back-to-back untuk membangun apa saja. Kian tahun depositonya kian besar. Proyeknya pun kian besar. Maka sambil tertawa ia berseloroh, kalau saya ini Wahabi, inilah Wahabi yang menghalalkan bank.
Berapakah jumlah uang deposito Al-Zaytun di bank sekarang ini?
“Saya tidak tahu,” katanya tertawa kecil. Tentu itu bercanda. Tapi canda itu ada asbabun nuzul-nya: Panji melarang mengutak-atik deposito itu. Tidak boleh digunakan. Tidak boleh dicairkan. Bahkan, katanya, tidak boleh dilihat angkanya. Yang jelas uang di deposito itu terus bertambah.
“Saya selalu mengatakan baru akan mengizinkan membuka angka deposito itu setelah 25 tahun,” katanya.
Dan deposito berumur 25 tahun itu jatuh pada tahun depan. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 25 Mei 2023: Zaytun Jas
Agus Suryono
Jawabannya udahtubit..
Chei Samen
Selamat (emboen) Pagi Bang Riyono. Benar Pak. Saya meng-sengaja-kan ngetik “tubit”. Kerana saya Liat komentar masih nol. Terheran-heran saya. Mana nih Bang Bitrik, MzUmarzain, ra tepak juga pemburu-pemburu Petronas via Pertamax? Terus, kayak tiada respon. Ulang lagi “send”. Dan lagi. Di Kelantan khusus mereka yang asli Kelantan akan bilang “matahan dah tubit” untuk terbitnya matahari. Di Negeri Kedah, tubit juga sebutan lazim terutama di Daerah (kabupaten) Baling, perbatasan Thailand. Menambah kehairanan saya apakala sampai ke Acheh Selatan Kota Naga. Mereka juga sebut tubit. Pertanyaan Tawarikh: Mungkinkah Sultan Kelantan atau Kerajaan Kedah purbakala pernah besemayam Di Acheh? Atau Kerajaan Acheh pernah menduduki takhta di Kelantan? Canda emboen pagi! Sehat selalu Bang Riyono dan teman-teman.
Riyono ,SKP
Bukan Embun .Apalagi mbun-mbunan. Hanya menyusun aksara . Merangkai kata . Agar menjadi makna . Tidak hanya di dalam kepala. Tapi juga di dalam dada.
Sri Wasono Widodo
Terimakasih Abah atas serialnya mendeskripsikan dengan detail Ponpes Al-Zaitun. Tanpa opini apa pun sehingga para pembaca bisa mengelaborasi persepsi masing-masing. Sekitar tahun 2005 sewaktu Saya menjenguk anak Saya di Gontor Putri I, Mantingan Ngawi, beberapa wali santri bercerita bahwa ada sebuah ponpes di Jabar yang lulusannya bisa membuat pesawat terbang. Di kemudian hari tahulah Saya bahwa itu adalah ponpes Al Zaytun. Berbeda dengan Gontor yang manajemennya kolektif kolegial, ponpes Al Zaytun lebih ke arah one man show yaitu Syekh Panji Gumilang itu sendiri. Niat memperbaiki beberapa kondisi Gontor yang tidak sesuai dengan pemikiran Syekh, kelihatannya perlu dipertanyakan karena beberapa praktik ritual yang tidak lazim. Seharusnya Syekh Panji berani berdiskusi dengan ulama ulama lain sehingga ada titik temu.
Agus Suryono
YANG HADIR DI ACARA WISUDA SARJANA AL ZAYTUN.. “Di panggung kehormatan duduk berderet ketua yayasan, senat, rektor, para wakil rektor, dan guru besar.. “Syech Pandji Gumilang sebagai ketua dewan pembina yayasan. Di sebelah kirinya: Ny Pandji Gumilang. Di sebelah kanannya: Dr. Imam Prawoto, rektor institut agama Islam Al Zaytun”. Mungkin, acara wisuda tersebut juga dihadiri para tamu yang “tak diundang”. Dan kemungkinan, datangnya sambil menyamar sebagai “orang dalam”. Tamu tak diundang itu, mungkin adalah: 1). Para intel dari unsur pemerintah. 2). Para intel MUI. 3). Para intel lainnya, mulai dari organisasi keagamaan yang “peduli”. ###Tamu tak diundang itu, bisa jadi tujuannya adalah untuk “penyelidikan” dan atau “pengamanan”.. Semua serba mungkin, kecuali nanti Abah DIS menuliskannya sebagai laporan “pandangan mata”..
Kholifatul Isnaeni
Saya bertanya-tanya dalam hati, dengan apa Abah merekam semua detail yang kemudian jadi tulisan panjang berseri? Bahkan tulisan hari ini sangat deskriptif. Abah tidak mungkin bawa alat perekam atau menggunakan perekam bawaan HP. Beliau termasuk orang yang tidak menyarankan pakai perekam mekanis ataupun digital saat liputan, kecuali untuk hal yang sangat urgent. Menulis di buku catatan? Mungkin, tapi bukan di buku atau notes. Seperti yang terungkap dalam CHD beberapa waktu silam, Abah menulis hal-hal penting saja di atas kertas mirip cakar ayam dan posisinya tidak beraturan. Sampai gelisahnya tak karuan saat catatan itu hilang. Saya menduga Abah punya kekuatan memori yang sangat kuat, antara lain hasil dari jadi wartawan sekian puluh tahun. Bukan hal gampang menyimpan detail berhari-hari dalam otak kemudian menuangkannya kembali dalam tulisan secara detail pula, deskriptif pula, story telling pula. Ini terlepas dari substansi tulisan itu lho ya, yang mendapat banyak kritik dari pembacanya, yang bahkan bisa membuat seseorang menjilat ludah sendiri tanpa malu di depan ribuan pembaca.
AnalisAsalAsalan
Kalau menulis feature, ingatan Abah memang kuat. Coba sampean baca buku Ganti Hati. Mau operasi hingga operasi bisa ditulis ulang oleh Abah dengan begitu syahdunya. Ingatan Abah mencapai puncaknya jika menulis feature tentang yang ada 5i-nya. Hahahahaha. Piiiiis, Abah.
Lagarenze 1301
Eehhh ada Nicky rupanya. Kok Pak Dis tega sih tidak menampilkan foto Nicky lebih jelas. Ada sih saat di meja makan tapi selintas banget. Tugas Nicky apa ya? Sekpri Bu Dahlan atau Sekpri Pak Dis?
al.reza de.silalahi
Rupanya sampai serial Zaytun Jas ini sy semakin kuat mencium aroma bahwa Abah dan tim ini akan membuat sebuah pesantren tandingan, mungkin mirip-mirip dengan Zaytun ini dengan penguatan bahasa Mandarin dan pembelajaran Media didalamnya. Saya sudah tau arahnya, semoga para perusuh Disway bisa tetep provokatif dalam mengacaukan keanehan-keanehan ide yg akan diracik oleh Syeikh Dahlan dalam pesantrennya kelak. Wakakakkaa.
Bambang Adi
Nampaknya Abah gak berani mengupas sisi kontrovesi Syaikh Panji Gumilang dan Al zaytun…jadi tamu kehormatan ternyata bikin “kebedilen”
JIM vsp
Banyak pembaca CHDI yang gerah dg serial Al Zaytun ini, banyak yang minta ditulis juga kotroversi dan kekurangannya, biar ber imbang, tapi kalau saya pribadi, dengan menyadari kekurangan diri saya, maka cukuplah tulisan ini sebagai inspirasi untuk berbuat baik, dan bermanfaat bagi orang lain, semua manusia pasti punya plus minus, tidak ada yang sempurna, begitupun juga Syeikh Panji dengan Al Zaytunnya. Untuk apa Mencari cari kekurangan dan kesalahan orang?
JIM vsp
MADIUN AFFAIR 1948, pimpinan Paul Mussotte atau Musso Munawar, murid H.O.S Tjokroaminto, teman dari Soekarno dan Kartosuwiryo, pun Musso kecil yang gemar mengaji di musholla milik ayahnya.
Jokosp Sp
Satu, “belum masih ada lagi itu baru awal”. Besoknya dua, “belum selesai itu tadi baru pemanasan”. Besoknya lagi….ada lagi, “oh belum itu masih preambule, pembukaan awal isi dalemnya belum”. Hari ke empat…….”loh kan bener masih ada lagi”. Hari ke lima ……”benar kan masih ada, berarti besok masih ada?”. “Masih, masih ada ini kan semacam cerita bersambung gitu”. Seperti Ibu Putri maksudnya,” iya betul”. Hari ke enam, “loh kan bener apa yang Mak bilang masih ada kelanjutannya”. Berarti hari ke tujuh ada masih kelanjutan ceritanya. “Masih, masih Mak yakin sampai hari ke delapan”. “Loh bener kan akhirnya tembus sampai hari ke delapan”. Wah bakalan makan-makan besar ini?. “Loh kan sudah, gag lihat di fotonya?, tapi di Al-Zaitun”. Bukan, maksudnya Pak Boss ngajakin kita makan besar, ngundang-ngundang gitu. “Ah kamu kayak gag tahu Pak Boss saja, kerja dulu sana, cari keringat dulu sana, emang dapat duwid bisa gitu dengan minta tanpa kerja keras……kayak sama Makmu saja?”. Oh ya sudah Mak kalau gitu. Terus kelanjutannya gimana Mak, untuk besok?. Wah kamu memang gag belajar dari tulisan Pak Boss, coba itu tulisan penutupnya baca “Tuh sudah sampai Desa Soco Magetan, berarti besok ceritanya sudah lain lag”i. “Dah sana mandi, bocah kok mbulet wae sama Maknya”. “Risi Makmu nih dah pantes dikawinkan kok njomlo wae to le le, Makmu juga pingin lihat menantu”. “Jangan ditiru AAT….susah move onnya”. Ya Mak…….kaborrrrrr.
Otong Sutisna
Al Zaitun lagi… Saya merasa Abah bukan wartawan lagi, menulis Al Zaitun hanya sisi baiknya aja lewat syekh Panji. Yang saya bawa di berita dan YT dan lainnya, banyak sisi jeleknya, kenapa tidak coba investigasi biar adil…. Maaf bah, ikutan kritik… hehehe maklum belum lulus sebagai murid pak Pry.
thamrindahlan
Terlepas Abah diminta atau tidak oleh Al Zaytun menyampiikan Kata Sambutan pada acara Wisuda PERISTIWA INIB menegaskan dukungan ke Sheik Panji Gumilang. Rekam jejak Abah ini bisa jadi semakin mengkokohkan posisi dan status Pesantren survive selama 25 tahun. Peristiwa wisuda bersejarah itu bukan pula bermakna pembaca CHD khususnya perusuh ikut meng amin kan. Paling tidak perusuh memiliki pula rekam jejak digital menjadi saksi Tulisan serial Al Zaytun melalui komentar. Salam Literasi.
Xiaomi A1
Sejarah salam pekik “Merdeka” Pada tanggal 31 Agustus 1945 melalui Maklumat Pemerintah, salam pekik “Merdeka” ditetapkan sebagai Salam Nasional (berlaku sejak 1 september 1945)
doni wj
Seingat saya. Baru kali ini ada perempuan cantik dengan 4i. Apa kurang satu i-nya karena dia masih terlalu muda? (Untuk Abah). Masih belum matang? Masih bisa berkembang menjadi 5i di masa yg akan datang? Atau benar2 memang 4i? Ah, selera memang tak bisa diperdebatkan. Seperti kata pepatah: “Cantik itu relatif, jelek itu universal”
Jokosp Sp
Nawaitunya pakai salam “Assalamu’alaikum wr wb”. Lah kok malah “merdeka, merdeka, merdeka”. Sepertinya memang ada yang belum merdeka di dalam Al-Zaytun. Salam itu bisa ditujukan buat membakar semangat. Seperti yang saya lakukan “Semangat Pagiiiiiiiii”, bukan selamat pagi.
AnalisAsalAsalan
“Saya sendiri tidak mengucapkan salam apa pun. Langsung pidato ke materi persoalan,” tulis Abah. Ini menunjukkan Abah lagi bingung dan gopoh dengan situasi yang tidak biasa. Hahahahaha. Saya kira Abah termasuk lelaki yang cool. Piiiiis.
Kang Sabarikhlas
Nonton tv beritanya kok ada korupsi lagi, Ngintip CHD kok masih zaitun, juga ada komen perusuh pintar² pro kontra, saya jadi puyeng…mungkin benar kayak lagu, “Abah begini, Pak Pry begitu sama saja” Eh..tiba² saya kaget, meja bergetar dada saya berdebar, ada suara soundsystem dari tetangga yang semalam hajatan syukuran orang tuanya didesa berangkat haji, dan siang ini bunyikan lagi sound system dengan lagu keras dibarengi teriakan anak² muda ikut nyanyi : “..Siji…Loro…..Teluuuuu….. Mangku purel ning karaokean, Ndemek pupu sampek munggah ning semeru… Mangku purel dudu’ penggawean, Luwe becik mikiro masa depanmu.”.. duh..anu saya pusing,…mau senam, eh..anu mau pindah tidur yang jauh…
Lensa Glori
Syekh Panji ini mungkin semacam orang yang berpikiran maju dan juga eksentrik, sehingga kadang-kadang tindakannya terasa aneh dan tidak perlu. Di lingkungan kita sekolah atau lingkungan pergaulan di tempat kerja. kadang ada juga tipe-tipe manusia semacam itu. Tidak semuanya sukses (secara ide), tapi ada juga yg sukses dengan tetap melekat ke-eksentrikkannya. Terlepas dari kontroversinya, saya kagum konsistensinya dalam mendirikan dan mengembangkan pesantren, patut diacungi jempol. Semoga memang benar apa yang ditulis Abah, sayang bila aset sebesar itu tidak membawa manfaat bagi umat.
Samsul Arifin
Selingan… Kita menunggu SP kapan akar bubar jalan partainya. Karena beberapa tahun silam pernah berkata kalau ada kadernya yang KORUPSI maka akan dibubarkan partai nya. Sekarang udah dua Sekjennya terjerat yang terjerat prihal Korupsi. Apakah akan menunggu Sekjen Selanjutnya beliau akan membubarkan partainya. Kita Tunggu Aja sampai Emboen Siang tidak hanya di Gelas Es Teh Tapi Juga berada di Tutup Gelas Kopi panas…..
Liam Then
Apa kabar IBC? Tiba-tiba teringat PT anyar besutan negara ini, ternyata diberita ,bilangnya progress sudah 40 persen , begitu wawancara dengan petingginya diwartakan. Ternyata kerja sama dengan Hyundai. Petinggi Hyundai pinter banget masuk cepat, kongsian pabrik baterai. Yang saya heran, Jepang yang anteng-anteng saja. Padahal pangsa pasar ranmor di Indonesia dikuasai oleh prinsipal Jepang. Masa depan mobil listrik Hyundai di RI sepertinya terlihat cerah. Ngomong tentang kendaraan listrik , ramai diangkat berita, program subsidi ranmor listrik roda dua yang kurang sukses, sepi peminatnya. Ada selentingan berita, karena susah tetek bengek S&Kenya untuk mendapatkan itu subsidi. Kabar miring bahkan tersebar ,di antara komentar, subsidi @7jt per motor ini hanya ada di unit yang mahal, entah benar atau tidak. Tapi kabarnya penyebab utamanya adalah rancu syarat ketentuan yang jadi biang keroknya. Persyaratan sambungan listrik 900KVA, baru berhak dapatkan subsidi 7jt. Banyak komentar cerdas dari netizen, yang kurang lebih seperti ini : “orang yang sambungan listrik rumahnya 900 KVA itu ,makan sehari 3 kali saja masih pusing, mana ada kemampuan beli motor listrik yang biarpun sudah dipotong 7jt, masih juga mahal ujung-ujungnya. Apalagi jika lewat leasing. Nambah beban saja.” Kalangan umum sekarang sudah sangat terdidik dan cerdas, bisa menilai program mana yang tepat sasaran. Salah program, alih-alih berhasil malah jadi ajang kritikan.
Siti choirun Amala
Bahagia itu bukan milik dia yang hebat dalam segala hal, tetapi dia yang mampu menemukan hal sederhana dalam hidupnya dan tetap bersyukur.
Mak Rambe
Sepertinya sebagian orang terlalu merasa memiliki Abah sehingga berekspektasi sangat tinggi. Bahkan, ada yang merasa Abah harus seperti yang diinginkannya. Karenanya, apapun itu, Abah salah di matanya jika tak sesuai keinginannya, dan celakanya, yang bersangkutan mencoba memaksakan keinginan itu agar dituruti oleh Abah. Sepertinya juga sebagian orang terlalu merasa mengenal Abah sehingga seolah paham apapun yang bagus dan semestinya untuk ditulis. Tentu dengan standar nilai dia sendiri, yang kemudian hendak dipaksakan diterapkan oleh Abah. Saya hanya ingin memberi ilustrasi begini. Abah owner CHD, beliau publisher. Beliau yang menulis. Tapi, selalu terbuka menerima kritik sehinngga tak ada satu pun komentar yang difilter atau di-delete. Bahkan, kritik sekeras apapun masih diakomodasi menjadi komentar pilihan. Abah owner Disway, beliau publisher. Abah memuat tulisan panjang di kolom CHD mengenai Panji Gumilang dan pesantrennya. Tapi, beliau tidak menutup pintu untuk berita yang mengkritik PG dan Al Zaytun. Di rubrik berita Disway bertebaran berita yang dimaksud. Kalau mau, Abah bisa saja memgeluarkan memo jangan memberitakan hal negatif tentang PG dan Al Zaytun. Tapi, tidak dilakukan, bukan? Lalu, dengan kondisi seperti itu, apakah Abah cocok disebut berkepribadian ganda? Ayolah. Mari berpikir cerdas.
Gregorius Indiarto
“….Sampai lupa mengembalikan jas” Mmhhh, lupa ataukah sengaja?! Kalau lupa yo wajar, wes sepuh, lali, asal ora nglali. Kalau sengaja…mosok iyoo, sugeh kok “ngentit”. Gak mungkin tho?