Denny Indrayana Bantah Bocorkan Rahasia Negara terkait Isu Proporsional Tertutup,

den

Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny IndrayanaDenny Indrayana dalam keterangannya terkait polemik Sistem Proporsional Tertutup melalui video call kepada wartawan dalam sebuah diskusi di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (30/5/2023). Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana membantah disebut membocorkan rahasia negara terkait mengungkapkan informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bakal mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup. Denny mengungkapkan sejumlah dalilnya.

Pertama, kata Denny, informasi yang diperolehnya bukanlah dari lingkungan MK seperti hakim atau elemen lain di MK.

“Saya bisa tegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik. Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, atau pun elemen lain di MK,” ujar Denny dalam keterangannya melalui video call kepada wartawan dalam sebuah diskusi di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Karena itu, dirinya merasa tidak masuk ke dalam pidana delik pidana atau pelanggaran etika. Sebab, tak ada rahasia negara yang dibocorkan.

“Dibawa ke ruang publik karena tidak ada rahasia negara yang dibocorkan. Kan belum ada putusannya. Saya katakan, informasinya yang saya dapat dari sumber yang kredibel. Tujuannya adalah no viral no justice, kalau kemudian tidak dibawa ke ruang terang maka kegelapan itu akan terus mewarnai keadilan kita,” ucapnya.

Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny IndrayanaDenny Indrayana dalam keterangannya terkait polemik Sistem Proporsional Tertutup melalui video call kepada wartawan dalam sebuah diskusi di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (30/5/2023). Foto: IStimewa

Kedua, lanjut Denny, dia memilih dan menggunakan frasa secara hati-hati sehingga Denny hanya menyebutkan, mendapatkan informasi, dan bukan mendapatkan bocoran.

Dia menegaskan, tidak ada pula putusan yang bocor, karena memang belum ada putusannya sehingga dirinya menulis “MK akan memutuskan”. Hal ini berarti, kata Denny, putusan MK dalam posisi ‘masih akan’ atau ‘belum diputuskan’.

“Sebagai akademisi sekaligus praktisi, Guru Besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik tidak hanya di Jakarta (Indonesia) tetapi juga Melbourne (Australia), insya Allah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana atau pun pelanggaran etika,” tegas Denny.

Ketiga, sambungnya, Denny secara sadar tidak menggunakan istilah informasi dari A1 sebagaimana frasa yang digunakan dalam cuitan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

“Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari ‘Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’,” ungkapnya.

Denny menegaskan, informasi yang diterimanya kredibel dan patut dipercaya, sehingga dia memutuskan melanjutkan informasi tersebut kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.

“Makanya pada saat ada informasi yang kami terima, ini akan diputus seperti ini, Saya berhitung kemarin kita kecolongan dengan putusan pimpinan MK dan tidak bisa lagi dikoreksi walaupun pertimbangannya sedemikian blunder kelirunya, makanya tak boleh diulang lagi (gugatan proporsional tertutup). Caranya adalah sebelum putusan dibacakan, harus ada upaya untuk mengingatkan MK jangan salah mengambil keputusan. Karena MK adalah the guardian of constitution,” pungkasnya membeberkan alasan atas mempublikasikan cuitannya terkait proporsional tertutup itu. (dil)

Exit mobile version