INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq mengatakan, berbagai insiden yang terjadi selama pelaksanaan ibadah haji 2023 khususnya jemaah yang terlantar di Muzdalifah menunjukkan kepanikan pemerintah, khususnya kementrian agama (Kemenag) dalam hal kedaruratan.
Padahal, kata Maman, pimpinan Komisi VIII DPR sering mengingatkan Kemenag agar memiliki semacam simulasi strategi kedaruratan.
“Karena kita tidak tahu kan apa yang akan terjadi di setiap pelaksanaan haji. Pernah ada tragedi yang terjadi di Mina ataupun di Ka’bah ketika peristiwa jatuhnya crane. Sekarang tahun ini justru di Muzdalifah. Nah, strategi kedaruratan ini yang justru tidak pernah terpikirkan oleh Kementerian Agama, sehingga ketika terjadi ini, betul-betul kelihatan panik,” kata Maman saat memberikan keterangan persnya di Mekkah, Arab Saudi, Minggu (2/7/2023).
Menurut Politisi F-PKB ini, kondisi seperti itu memang tidak pernah terjadi di Muzdalifah, biasanya itu paling macet jamaah cuma menunggu 1-2 jam. Tetapi, insiden yang terjadi beberapa hari lalu lebih dari 10 jam, sehingga terjadi penumpukan jemaah.
“Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Kemenag juga tidak punya strategi khusus untuk menghadapi masalah-masalah yang kemungkinan terjadi selama pelaksanaan haji. Padahal, tentang strategi kedaruratan harus betul-betul menjadi pemikiran yang lebih sistematis dan bisa dilakukan cepat karena ini menyangkut nyawa manusia,” sesal Maman.
Selain itu, Legislator Dapil Jabar IX in juga memprotes, terhadap layanan Mashariq kepada Jemaah Haji Indonesia, semacam perusahaan atau swasta yang dipercaya oleh pemerintah Arab Saudi.
“Kita langsung komplain kepada mereka, bagaimana mungkin mereka tidak bisa memprediksi kemacetan penjemputan itu dan tidak mempersiapkan, paling tidak untuk kesehatan darurat, dan juga asupan minuman dan makanan di Muzdalifah. Kami bahkan Anggota DPR sempat mengumpulkan bantuan makanan, tetapi kami tidak memiliki akses ke sana, yang ada justru akan menimbulkan penumpukan,” terang Maman.
Selain itu, lanjut Maman, pelaksanaan ibadah haji harus juga tetap mengutamakan jamaah lansia.
Jadi, ucap Maman, tagline ramah lansia itu bukan hanya milik Kemenag atau pemerintah Indonesia, tetapi harus dikomunikasikan dengan pihak Arab Saudinya.
“Karena ketika mereka jamaah lansia tiba di Armuzna, hampir tangan pemerintah Indonesia itu gak sampai ke sana. Yang mempersiapkan kegiatan di sana itu adalah ya itu, event organizer yang ditunjuk oleh pemerintah Arab Saudi di sana. Sehingga mereka menganggap semua Jemaah haji sama saja,” ungkap Maman.
Ramah terhadap jamaah lansia itu, ujar Maman, harus diingatkan juga kepada pemerintah Arab Saudi, bahwa mereka harus menyiapkan banyak pusat-pusat kesehatan, posko-posko kedaruratan dan mempersiapkan yang terbaik untuk para Lansia. “Termasuk juga, misalnya strategi lansia itu datang terakhir lalu pulang lebih dulu,” imbuhnya.
Ke depannya, lanjut Maman, fasilitas itu harus betul -betul dipersiapkan sesuai dengan jemaah Indonesia. Seberapa banyak Lansia yang ada, sebegitu pula lansia itu harus mendapatkan pelayanan yang terbaik, dari mulai tenda dan sebagainya.Tentu poin ketiganya soal petugas.
“Saya mengatakan, petugas itu ada yang bekerja dan gak bekerja. Nah yang gak bekerja ini, yang harus dicoret dan jangan diajak lagi. Yang bekerja profesional atau gak profesional, nah yang gak profesional dicoret, jangan diajak. Lalu yang profesional itu ditempatkan diposisinya yang pas,” tuturnya.
“Karena ada orang yang mau bekerja ikhlas, profesional dan bekerja keras tapi dia bingung. Misalnya dia mau mengantar orang ke rumah sakit, dari rumah sakit dia harus bayar taksi dengan ongkos sendiri. Ikhlas sih ikhlas, tapi kalau nombok ya kasihan juga mereka,” beber Maman menambahkan. (dil)