INDOPOS.CO.ID ⎼ Setara Institute berpendapat, format debat cawapres pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang berbeda dengan Pilpres 2019 telah menambah keraguan masyarakat terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Yang lebih serius lagi, KPU semakin menebalkan kecurigaan publik bahwa patut diduga KPU tunduk pada intervensi kekuatan politik eksternal mereka,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (2/12/2023).
Kecurigaan demikian rasional, sebab keputusan KPU hadir di tengah beberapa konteks yang sangat kasat mata. Pertama, Putusan MK 90/2023 yang penuh kontroversi.
“Setara (institute) menyebutnya, sebagai kejahatan konstitusional (constitutional evil),” ucap Halili.
Kedua, putusan MKMK yang pada pokoknya menegaskan bahwa secara kelembagaan MK “terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023”.
Konteks tersebut tentu menguatkan kecurigaan publik, bahwa terdapat kekuatan politik yang mengarah pada Istana Negara kerapkali menggunakan kekuasaannya mengintervensi lembaga-lembaga negara lainnya.
KPU seharusnya menimbang sentimen publik terkait kepercayaan mereka pada penyelenggaraan Pemilu sebagai ‘pertaruhan terakhir’ kelembagaan demokrasi, yang semakin surut dan mengarah otoriterisme.
“Keputusan mengenai format debat Pilpres 2024, KPU telah menebalkan kecurigaan publik mengenai intervensi kekuasaan eksternal atas KPU,” kritiknya.
Komisioner KPU RI Idham Holik menyatakan, setiap sesi debat rencananya akan didampingi pasangan masing-masing paslon. Misalnya pada saat debat capres, aktor utamanya adalah capres itu sendiri
Capres akan menyampaikan pendalaman materi visi, misi, dan program pencalonan. Dalam debat tersebut, cawapres hanya mendampingin saja.
“Hal ini tidak melanggar perundang-undangan pemilu. Begitu juga sebaliknya (debat cawapres),” nilai Idham Holik secara terpisah melalui gawai, Jakarta, Sabtu (2/12/2023). Ia merujuk pada, Pasal 277 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. (dan)