Kolaborasi Antar Stakeholder Jadi Solusi Penanganan Pengungsi Rohingya

rohingya

Sejumlah pengungsi Rohingya kembali masuk ke Aceh. Foto: Dok Humas Polri

INDOPOS.CO.ID – Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Wais Alqarni mengatakan, gelombang pengungsi Rohingya yang kembali berlabuh di Aceh menjadi pekerjaan rumah untuk segera dicari jalan keluarnya, bukan hanya pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat.

Pengungsi Rohingnya di Aceh saat ini semakin bertambah. Berdasarkan informasi yang dikantonginya, sejak pertengahan November 2023 hingga Desember, sudah ada delapan gelombang pengungsi Rohingnya. Jumlahnya mencapai 2.000-an jiwa.

“Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan secara parsial. Makanya, Collaborative Governance atau pemerintahan kolaboratif dapat menjadi kunci dalam menangani permasalahan ini,” kata Wais Alqarni melalui gawai, Jakarta, Sabtu (16/12/2023).

Pemerintah kolaboratif menekankan pada kolaborasi sebagai cara untuk mencapai tujuan bersama maupun memecahkan masalah kompleks. Melibatkan pemangku kepentingan dari sektor pemerintahan, masyarakat sipil.

Dalam hal ini, Pemerintah Aceh dapat berperan sebagai koordinator dan fasilitator dalam penanganan pengungsi Rohingya di wilayah Aceh.

Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil menyediakan bantuan dan pelayanan yang dibutuhkan para pengungsi.

“Pemerintah pusat juga perlu terlibat, dalam memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan,” ucap Wais Alqarni.

Selain itu, melakukan koordinasi dengan pemerintah negara asal pengungsi Rohingya, yaitu Myanmar, mencari solusi jangka panjang terhadap konflik yang menjadi akar masalah pengungsi itu.

“Diplomasi dan dialog antara pemerintah Indonesia dan Myanmar, dapat membantu mengatasi masalah ini secara lebih komprehensif,” jelasnya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Lalu Muhamad Iqbal menyebut, terdapat dua tindak pidana mendorong arus pengungsi Rohingya ke Aceh. Penyelundupan orang dan perdagangan manusia.

“Jadi Indonesia sebagai pihak di dalam konvensi PBB mengenai kejahatan transnasional memiliki kewajiban internasional untuk mencegah dan ikut memberantas perdagangan manusia maupun penyelundupan orang,” ujar Iqbal secra terpisah melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/12/2023).

Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempersekusi para pelaku tindak pidana, baik tindak pidana penyelundupan manusia maupun perdagangan manusia yang terjadi di dalam pergerakan pengungsi Rohingya ke Aceh. (dan)

Exit mobile version