Pengamat: Penghentian Rekapitulasi Suara Menambah Ketidakpercayaan Publik atas Hasil Pemilu

penghitungan-suara

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 023 Kemang, Jakarta Selatan tengah melakukan penghitungan suara Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024. Foto: Dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengkhawatir, penghentian rekapitulasi suara pemilihan umum (Pemilu) 2024 di tingkat kecamatan bisa makin memunculkan keraguan publik terhadap penyelenggara Pemilu.

“Kejadian ini akan dapat menimbulkan banyak spekulasi yang berpotensi menambah ketidakpercayaan publik atas hasil Pemilu,” kata Ray melalui gawai, Jakarta, Senin (19/2/2024).

Ia memperkirakan, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat berpotensi untuk dilaporkan kembali ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tindakan tersebut, bukan saja menimbulkan kerugian politik, tapi materil dan moril.

“Bahkan bisa jadi akibat jadwal yang berubah ini, banyak saksi peserta pemilu akan absen,” ujar Ray.

Lagi pula, pemunduran jadwal seperti ini atas dasar persetujuan peserta pemilu. Bukan secara sepihak diputuskan oleh KPU. Penghentian suara itu karena menunggu perbaikan aplikasi sistem informasi rekapitulasi (Sirekap)

Maka itu, pihaknya meminta agar pelaksanaan penghitungan suara dilakukan sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.

Selain berpotensi akan adanya pelanggaran hukum, memolorkan penghitungan suara akan dapat berdampak pada tahapan-tahapan berikutnya.

“Apalagi tidak ada jaminan, kapan Sirekap akan dapat berfungsi kembali,” ucap Ray.

Kebijakan penghentian rekapitulasi itu menyusul beredarnya surat instruksi yang dikeluarkan beberapa KPU kabupaten/kota kepada jajaran Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Sesuai arahan KPU RI pada 18 Februari 2024, jadwal pleno PPK harus ditunda sampai 20 Februari 2024. (dan)

Exit mobile version