Kasus Mega Korupsi PT. Timah, Kejagung Libatkan Para Ahli

harvey-Moeis

Salah satu tersangka kasus korupsi PT Timah, Tbk harvey Moeis saat digelandang penyidik Kejagung di Gedung Bundar, Jakarta Selatan. Foto: Puspenkum/Istimewa.

INDOPOS.CO.ID – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Kuntadi menyatakan bahwa penyidik masih terus melakukan proses penghitungan angka kerugian keuangan negara akibat kasus mega korupsi di PT Timah, Tbk bersama pihak-pihak terkait.

Angka kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 271 triliun tersebut merupakan hasil dari pendekatan ahli lingkungan.

“Mengenai perhitungan kerugian keuangan negara, kami sedang dalam proses penghitungan yang teliti. Formulasinya tengah kami rumuskan dengan matang, melibatkan BPKP dan juga berkolaborasi dengan para ahli terkait,” katanya dalam keterangan yang dikutip pada Sabtu (30/3/2024).

Menurutnya, angka hasilnya masih dalam proses untuk perumusan formulasi penghitungannya. Namun, menurutnya, dari perspektif pendekatan ahli lingkungan beberapa waktu lalu, kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut diperkirakan mencapai Rp 271 triliun.

“Detailnya, seperti yang sudah kami sampaikan, masih dalam tahap perumusan formulasi penghitungan,” ujarnya.

Sebagai informasi, Pada 19 Februari 2024, Kejaksaan Agung mengundang ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.

Ia menyampaikan bahwa kerugian sebesar Rp 271 triliun tersebut baru mencakup aspek kerusakan lingkungan, belum termasuk kerugian secara ekonomi bagi negara.

“Total kerugian akibat kerusakan tersebut mencapai Rp 271.069.688.018.700. Dia menguraikan bahwa kerugian lingkungan terbagi antara kawasan hutan dan nonkawasan hutan,” kata dia.

Menurutnya, untuk kerusakan kawasan hutan, terdiri dari kerugian lingkungan ekologis sebesar Rp 157.832.395.501.025, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 60.276.600.800.000, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 5.257.249.726.

Secara keseluruhan, kerugian akibat kerusakan lingkungan di kawasan hutan mencapai Rp 223.366.246.027.050. Sedangkan untuk kerusakan di nonkawasan hutan, terdiri dari kerugian lingkungan ekologis sebesar Rp 25.870.838.897.075, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 15.202.770.080.000, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 6.629.833.014.575.

Total kerugian akibat kerusakan lingkungan di nonkawasan hutan mencapai Rp 47.703.441.991.650. Jika dijumlahkan secara keseluruhan, kerugian ekologisnya mencapai Rp 183.703.234.398.100, kerugian ekonomi lingkungan Rp 74.479.370.880, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 12.157.082.740.060. Total kerugian akibat kerusakan kawasan hutan dan nonkawasan hutan adalah sebesar Rp 271.069.688.018.700. (fer)

Exit mobile version