Pemprov DKI Jakarta Proyeksikan Regulasi Pajak Layanan Ojol dan Online Shop

Lusiana-Herawati

Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Lusiana Herawati. Foto: Humas Pemprov DKI Jakarta.

INDOPOS.CO.ID – Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Lusiana Herawati mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah berkolaborasi dengan operator jasa dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam diskusi mengenai regulasi pengenaan pajak terhadap layanan ojek “online” (ojol) dan toko daring (online shop).

“Kami telah mengundang operator jasa dan juga berkomunikasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk berkoordinasi lebih lanjut terkait rencana pungutan pajak di sektor perdagangan ‘online’,” katanya dalam keterangan, Minggu (22/10/2023).

Menurutnya, Pemerintah yakin bahwa pendapatan dari aplikasi “online” ini dapat berkontribusi positif terhadap pendapatan daerah.

“Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga telah mengajukan permintaan kepada pemerintah pusat untuk mengatur pengenaan pajak terhadap layanan ojol dan “online shop”. Namun, saat ini, Pemprov DKI Jakarta masih menunggu realisasi lebih lanjut dari pemerintah pusat sebelum melangkah lebih jauh,” ujarnya.

Lusiana menyebutkan bahwa pihaknya juga mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan objek pajak pusat dan pajak daerah.

“Kajian bersama dengan Kementerian Keuangan dilakukan untuk memastikan bahwa penarikan pajak dapat dilakukan dengan tepat,” katanya.

Lusian menuturkan, digitalisasi telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dalam konteks perpajakan.

“Munculnya era baru yang didorong oleh teknologi digital membuka peluang baru untuk pengumpulan pajak pusat dan daerah,” tuturnya.

Ia pun menjelaskan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, digitalisasi memberikan opsi tambahan untuk mengenakan pajak pada transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). Di banyak negara, ini dapat menjadi sumber potensial pajak yang signifikan.

Kedua, isu pengenaan pajak ganda muncul karena digitalisasi juga membawa tantangan baru terutama dalam pemisahan pengenaan pajak pusat dan daerah.

Karena itu, kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk menghindari pengenaan pajak ganda.

Ketiga, filosofi pajak dalam masyarakat adalah sebagai alat penyeimbang terhadap dampak negatif dari usaha, kegiatan, atau aktivitas masyarakat yang beroperasi di Jakarta.

Pajak memiliki nilai dan fungsi untuk mengatasi dampak negatif dan mengubahnya menjadi normal kembali (efek positif).

Oleh karena itu, kata dia, digitalisasi dapat menciptakan peluang dan tantangan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan potensi penerimaan pajak.

“Penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang sesuai dengan perkembangan teknologi digital dan memastikan bahwa pajak dikenakan dengan adil,” jelasnya.

Selain itu, memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai tanggung jawab dan kewajiban pajak juga penting dalam pembangunan kota DKI Jakarta.

Digitalisasi juga dapat menjadi sarana bagi pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja sama dalam pengumpulan pajak yang lebih efisien agar pembagian hasil pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengakui bahwa ada banyak potensi pajak daerah yang belum terawasi oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

Joko menyebutkan, salah satunya adalah pajak yang seharusnya diterima dari toko daring (online shop) dan pajak yang seharusnya diterima dari layanan transportasi daring.

“Kita juga perlu merumuskan kebijakan perpajakan terhadap toko daring ini, dan kita tidak bisa melakukannya sendirian; kita harus melibatkan pemerintah pusat,” ujar Joko di Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (12/10).

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan, Sandy Firdaus, menyarankan agar penerapan pajak terhadap layanan transportasi daring dan toko daring dilakukan melalui skema kerja sama. (fer)

Exit mobile version