Dugaan Korupsi BPO Gubernur dan Wagub Banten, Kejati Panggil Pihak Terkait

Kajati banten

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Reda Manthovani.

INDOPOS.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten akan segera memanggil pihak-pihak terkait dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk dimintai keterangan soal dugaan korupsi pencairan biaya penunjang operasional (BPO) Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Banten tahun 2017-2021.

Pemanggilan saksi tersebut merupakan tindak lanjut laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sehubungan dengan dugaan tidak tertib administrasi, tidak kredibel pertanggungjawaban dan dugaan penyimpangan mengarah dugaan korupsi pencairan BPO Gubernur dan Wagub Banten tersebut

“Langkah selanjutnya Kejati akan mengumpulkan informasi dan akan memanggil pihak-pihak terkait dari Pemprov Banten,” kata Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani kepada INDOPOS.CO.ID, Rabu (16/2/2022).

Kajati mengakui telah menerima dan mempelajari laporan MAKI tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman telah melaporkan kasus dugaan korupsi pencairan BPO Gubernur dan Wagub Banten ke Kejati Banten, Senin (14/2/2022). Laporan MAKI tersebut disampaikan melalui saluran elektronik dan nomor hotline pengaduan masyarakat di Kejati Banten .

Boyamin menjelaskan, Provinsi Banten menggunakan satuan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000, Pasal 8, yang mengatur biaya penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur besarannya dengan standar maksimal sebesar 0,15 persen dari/kali Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Pendapatan Asli Daerah Provinsi Banten 2017-2021, antara Rp 6-7 triliun. Maka terhitung dari tanggal 12 Mei 2017 sampai dengan ko it Desember 2021 (4 tahun 6 bulan), biaya penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur sebesar kurang lebih Rp 57 miliar,” ujar Boyamin Saiman, Senin (14/2/2022).

Boyamin mengatakan biaya penunjang operasional yang diberikan kepada gubernur dan wakil gubernur besarannya yaitu 65% untuk gubernur dan 35% untuk wakil gubernur.

“Biaya penunjang operaional sebagaimana dimaksud dipergunakan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud sesuai peraturan perundangan. Biaya penunjang operasional tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang sesuai peruntukkannya,” tegas Boyamin.

Boyamin mengungkapkan, biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Banten diduga telah dicairkan dan dipergunakan secara maksimal jumlah pencairannya namun diduga tidak dibuat SPJ yang kredibel sesuai peraturan perundangan sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain.

“Sehingga diduga melawan hukum dan diduga merugikan keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Ayat (1), setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Boyamin.

Boyamin mengatakan bahwa patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor (take home pay) dan dan tidak dipertanggungjawabkan dengan SPJ yang sah dan lengkap sehingga dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dengan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 40 miliar atau dapat lebih kurang atau lebih besar dari jumlah tersebut sepanjang terdapat SPJ yang kredibel.

Boyamin menegaskan, berdasarkan PP 109 Tahun 2000, Pasal 8 huruf h, biaya penunjang operasional sebagaimana dimaksud dialokasikan untuk kegiatan koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas gubernur dan wakil gubernur.

Boyamin berpendapat, jika pencairan tahun 2017 diduga tidak ada laporan pertanggungjawaban (LPJ) kredibel maka semestinya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan bendahara tidak melakukan pencairan dana penunjang operasional tahun 2018-2021.

“MAKI tetap menjunjung asas praduga tidak bersalah. Laporan aduan ini hanyalah sebagai bahan proses lebih lanjut oleh Kejati Banten untuk menentukan ada tidaknya dugaan penyimpangan dalam perkara tersebut di atas,” pungkasnya. (dam)

Exit mobile version