Kasus Korupsi di Muara Enim, KPK Panggil Tiga Saksi

Kasus Muara Enim

KPK ketika menetapkan 15 tersangka baru kasus dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (13/12/2021) malam. (Dokumen KPK)

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga saksi untuk melengkapi berkasi perkara mantan anggota DPRD Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) Agus Firmansyah (AFS) dan kawan-kawan.

“Hari ini (21/2/2022) pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi (TPK) pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019, untuk tersangka AFS,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (21/2/2022).

Ali menjelaskan, pemeriksaan dilakukan di Satbrimobda Sumatera Selatan Jalan Srijayanegara, Bukit Besar, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat 1 Palembang.

Ali menyebutkan ketiga saksi yang dipanggil yakni Mira Febrianty (Kasi Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim), Ahmad Dani (Staf Bidang Tata Bangunan dan Jasa Konstruksi Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim) dan Armeli Mendri (mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Muara Enim (2014 – 2020).

Untuk diketahui, KPK menetapkan 15 tersangka baru hasil pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tahun 2019, pada Senin (13/12/2021).

Disebutkan bahwa 15 tersangka baru ini terdiri dari anggota DPRD Muara Enim yang masih aktif periode 2019-2023 yakni Agus Firmansyah (AFS), Ahmad Fauzi (AF), Mardalena (MD), Samudera Kelana (SK), dan Vera Erika (VE).

Sementara itu, 10 tersangka lainnya adalah mantan anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019 yaitu Daraini (DR), Eksa Hariawan (EH), Elison (ES), Faizal Anwar (FA), Hendly (HD), Irul (IR), Misran (MR), Tjik Melan (TM), Umam Pajri (UP), dan Willian Husin (WH).

Dalam konstruksi perkara dijelaskan, para tersangka selaku anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019 yang melakukan pengawasan atas kinerja bupati beserta jajarannya khususnya terhadap program-program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muara Enim terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Muara Enim tahun 2019, pada

Para tersangka diduga menerima pemberian uang sekitar sejumlah Rp3,3 miliar sebagai “uang aspirasi atau uang ketuk palu” yang diberikan oleh Robi Okta Fahlevi. Di mana Robi Okta Fahlevi sebagai salah satu kontraktor yang telah berpengalaman mengerjakan berbagai proyek di Dinas PUPR Muara Enim.

Agar Robi Okta Fahlevi bisa kembali mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Muara Enim tahun 2019, di sekitar Agustus 2019, Robi Okta Fahlevi bersama dengan A. Elfin MZ Muhtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat selaku Bupati Muara Enim.

Ahmad Yani kemudian memerintahkan A. Elfin MZ Muchtar untuk aktif mengakomodir keinginan Robi Okta Fahlevi dengan kesepakatan adanya pemberian komitmen fee sebesar 10 % dari nilai net proyek untuk berbagai pihak yang ada di Pemkab Muara Enim dan para Tersangka.

Terkait pembagian proyek sekaligus penentuan para pemenang proyek di Dinas PUPR Muara Enim diduga dilakukan oleh A. Elfin MZ Muhtar dan Ramlan Suryadi sesuai arahan dan perintah dari Ahmad Yani, Juarsah, Ramlan Suryadi dan tersangka AFS dan kawan-kawan agar memenangkan perusahaan milik Robi Okta Fahlevi.

Dengan dimenangkannya Robi Okta Fahlevi untuk mengerjakan beberapa proyek di Dinas PUPR Muara Enim tahun 2019 dengan nilai kontrak mencapai Rp129 miliar, selanjutnya Robi okta Fahlevi melalui A. Elfin MZ Muhtar melakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah beragam. Pemberian uang oleh Robi Okta Fahlevi untuk untuk para anggota DPRD diduga dengan total sejumlah Rp5,6 miliar, Ahmad Yani (Bupati saat itu) sekitar sejumlah Rp1,8 miliar, dan Juarsah (Wakil Bupati saat itu) sekitar sejumlah Rp2, 8 miliar.

Penerimaan oleh para tersangka dilakukan secara bertahap dan diduga akan digunakan sebagai bagian dari biaya kampanye mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim tahun berikutnya.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(dam)

Exit mobile version