Di Acara Sosialisasi RAN PASTI, Gubernur NTT Merasa Malu, Lho Kenapa?

bkkbn

Berdiri di panggung Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, sosialisai Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Kupang, Jumat (4/3/2022). Foto : BKKBN

INDOPOS.CO.ID – Nusa Tenggara Timur (NTT) masih memiliki “pekerjaan rumah” besar untuk persoalan angka stunting yang tinggi. NTT yang menjadi satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi. Dalam sosialisai Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Kupang, Jumat (4/3/2022) Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, mengaku malu.

“Saya merasa malu nama NTT hanya dikenal masyarakat luar NTT sebagai ‘juaranya’ kemiskinan dan angka stunting saja. Saya mengajak kita semua untuk bekerja maksimal dalam pengentasan kemiskinan dan menurunkan angka stunting, kata Viktor.

“Mulai hari ini, saya perintahkan kepada semua jajaran saya dan kepada seluruh kepala daerah se-NTT untuk menggunakan data akurat yang dimiliki Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam memetakan keluarga yang memiliki anak stunting dan keluarga yang berpotensi stunting,” lanjutnya lagi.

Menurut Viktor yang merupakan mantan Anggota DPR RI periode 2004-2009 dan 2014-2019 itu, tidak ada cara lain untuk menurunkan angka stunting selain berkolaborasi dengan semua kalangan di NTT. Dirinya tidak ingin ada kepala daerah yang hanya ‘duduk’ di kantor saja. Semua harus turun langsung ke desa-desa untuk memonitor langsung soal stunting di daerahnya masing-masing.

“Jika ada program yang tidak berjalan dengan benar di daerah, saya akan salahkan kemana saja bupati dan walikotanya selama ini. Saya tidak mau lagi mendengar kabar ada 90 persen ibu-ibu warga Kabupaten Malaka yang kadar HB nya di bawah 90. Saya juga tidak ingin lagi jika berkunjung ke daerah-daerah hanya mendapat laporan soal luas wilayah atau jumlah penduduk. Mulai saat ini saya ingin ada laporan berapa orang yang hamil di desa, berapa anak stunting yang ada. Data-data di luar stunting bisa saya cari sendiri dari internet,” papar Viktor Laiskodat bersemangat.

Sebelumnya, Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyebutkan persoalan stunting di NTT bisa ’dikeroyok’ bersama antara pusat dengan daerah. Antara BKKBN selaku ketua pelaksana percepatan penurunan stunting nasional dengan sejumlah kementerian dan lembaga bersama jajaran pemerintahan daerah. Gelontoran dana untuk pernurunan stunting telah tersedia dari Pusat dan bisa dibagi ke semua kabupaten dan kota yang ada di NTT.

“Dukungan dan komitmen tegas dari Gubernur NTT ini menunjukkan bahwa percepatan penurunan stunting di NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sudah on the track. BKKBN memiliki 4.298 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di NTT yang jika disetarakan berjumlah 12.894 orang. Apalagi jika TPK dikolaborasikan dengan 75 perguruan tinggi yang ada di NTT dengan Program Kampus Merdeka, maka akan menghasilkan pola kerjasama yang dasyat untuk ikhtiar kita menpercepat penurunan stunting di NTT,” jelas Hasto Wardoyo yang sukses memimpin Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Jogjakarta selama dua periode sebelum diberi amanah sebagai Kepala BKKBN.

Sementara itu, Bupati Manggarai Timur Agas Andreas yang hadir dalam acara sosialisasi RAN PASTI di Kupang mengakui sangat terbantu dengan data dan program yang dimiliki BKKBN. “Saya bertekad dengan arahan jelas dan tegas dari Gubernur NTT serta bimbingan teknis dari BKKBN akan bisa menunrunkan stunting di daerah saya,” tutur Agas Andreas.

Rangkaian acara sosialisasi RAN PASTI di NTT ini menjadi penting dan strategis untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah-daerah. (ney)

Exit mobile version