Ditjenpas Inisiasi MoU Keadilan Restoratif untuk Atasi Overcrowding di Lapas dan Rutan

Liberti Sitinjak

Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI Liberti Sitinjak

INDOPOS.CO.ID – Pidana penjara dan kurungan sebagai sanksi konvensional terhadap pelanggaran hukum memiliki dampak besar terhadap kondisi overcrowded dan tidak optimalnya pembinaan di lapas dan rutan seluruh Indonesia.

Sadar akan pentingnya hal tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (DitjenPAS) menginisiasi optimalisasi penerapan keadalian restoratif sebagai solusi atasi overcrowded yang selama ini menjadi akar permasalahan pembinaan di lapas dan rutan.

Melalui Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Ditjenpas menggelar Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Surat Keputusan Nota Kesepahaman Bersama Tentang Implementasi Keadilan Restoratif, Rabu (16/3).

Kegiatan ini melibatkan seluruh kementerian lembaga terkait penerapan penegakkan keadilan restoratif yakni Kejaksaan Agung RI, Kepolisian, Mahkamah Agung, Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan didukung oleh Center for International Legal Cooperation (CILC).

Liberti Sitinjak, Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI saat membuka kegiatan FGD menyatakan Kegiatan penyusunan Nota Kesepahaman merupakan bagian dari Program Prioritas Nasional Tahun 2022 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.

Ia menjelaskan bahwa, hasil riset DitjenPAS bersama dengan Center Detention Studies menunjukan bahwa jika tidak dilakukan langkah langkah progresif penanganan over crowded melalui pengurangan jumlah narapidana yang masuk, maka prediksi over crowded pada tahun 2025 bisa mencapai 136%, dengan jumlah narapidana sebanyak 311.534 orang.

“Dengan jumlah narapidana tersebut, artinya kita akan membutuhkan ruang hunian baru untuk sejumlah 179.427 orang narapidana, atau setara dengan 179 Lapas Baru dengan biaya pembangunan mencapai Rp35,8 triliun belum termasuk untuk biaya makan narapidana sebesar Rp10,3 trilun sampai dengan tahun 2025,” ungkap Sitinjak.

“Dengan sinergitas antar aparat penegak hukum dalam penerapan keadilan restoratif, diharapkan pidana penjara benar-benar hanya menjadi pilihan terakhir. Sehingga dapat mengurangi beban hunian pada lapas/rutan,” pungkasnya. (gin)

Exit mobile version