Gaya Thionghoa, Masuki Masjid Ini Serasa di Kelenteng

Kelenteng Tionghoa

masjid Babah Alun Foto: Nasuha/ INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Nampak anak-anak bermain layang-layang di samping masjid Babah Alun. Sebagian lagi bermain di aula masjid yang terletak di Jalan Papanggo Gang 21, Jakarta Utara.

Dari kejauhan terdengar sayu-sayu lantunan ayat-ayat suci dari masjid yang berada di bawah kolong Tol Ir Wiyoto Wiyono. Masjid Babah Alun salah satu masjid destinasi wisata religi di Jakarta.

Bentuk bangunannya unik, masjid ini menyerupai kelenteng. Ketika INDOPOS.CO.ID menyambangi masjid Babah Alun, waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB. Nampak, para pengguna jalan dan masyarakat bersiap-siap menjalankan salat Ashar.

“Selama ini saya tidak tahu kalau ini masjid, saya kira malah kelenteng. Padahal setiap hari lewat sini,” ujar salah satu jamaah kepada INDOPOS.CO.ID, Rabu (20/4/2022).

Memasuki area masjid Babah Alun keunikannya kian tampak. Benar saja, sekilas bangunan masjid Babah Alun tidak menyerupai masjid. Tidak ada kubah seperti terdapat pada masjid umumnya, bahkan atap-atapnya menyerupai bangunan Thionghoa. Dia memadukan tiga unsur, yaitu Islam, Thionghoa, dan Indonesia.

“Sangat keren sekali. Bagus dan unik,” lagi-lagi gumam salah satu jamaah yang mengaku pertama kali datang di masjid Babah Alun.

Bangunan masjid Babah Alun memiliki warna yang mencolok. Didominasi oleh warna merah dan hijau. Menginjakkan kaki di halaman masjid, hati terasa sejuk dan tenang. Seolah-olah kita ingin berlama-lama di dalamnya.

Nampak para jamaah bergiliran mengambil air wudlu. Tempat wudlu ada di belakang masjid. Untuk tiba di sana, para jamaah menyusuri jalan di samping masjid.

“Waow, tempat wudlunya modern. Bagus banget,” ungkap jamaah yang terkagum-kagum dengan tempat wudlu di masjid Babah Alun.

Beberapa keunikan bisa kita jumpai pada tempat wudlu masjid Babah Alun. Jamaah akan dipandu petunjuk dalam tiga bahasa, yakni Bahasa China, Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.

Keunikan lainnya, di masing-masing tempat wudlu terdapat tempat duduk. Seperti disunnahkan dalam ajaran Islam. Agar jamaah dengan nyaman membaca doa setiap gerakan wudlu.

Baru saja selesai berwudlu, adzan salat Azhar berkumandang. Jamaah masuk melalui pintu samping dan depan. Lagi-lagi desain pintu masjid membuat takjub jamaah. Bentuknya khas dengan model lingkaran besar dengan variasi lingkaran kecil dan kanopi khas gaya Thionghoa.

Ada tiga buah pintu dengan gaya khas China ini. Satu sebagai pintu utama, satu untuk pintu masuk jamaah laki-laki, dan satu lagi untuk jamaah perempuan. Masuk ke masjid, kita akan menjumpai desain langit-langit yang dicat biru dengan aksen awan.

Di sekeliling langit-langit tertulis ayat Al Quran berbahasa Arab. Masjid Babah Alun mampu menampung hingga 400 jamaah. Petugas Marbot Masjid Babah Alun, Yunus menuturkan, masjid Babah Alun dibangun oleh seorang mualaf.

“Yang bangun masjid Pak M Yusuf Hamka, seorang mualaf,” ungkap Yunus.

Nama Babah Alun sendiri, dikatakan Yunus diambil dari nama kecil M Yusuf Hamka. Pria kelahiran Jakarta, 2 Oktober 1977 ini menuturkan, berdirinya masjid Babah Alun menambah pendapatan masyarakat di sekitar masjid.

Karena, ada perputaran ekonomi di sana. Tidak sedikit warga memanfaatkan untuk mendirikan warung dan kios makanan. Karena, masjid Babah Alun cukup populer dan menjadi tempat singgah para wisatawan asing.

“Beberapa wisman sering datang. Mereka dari Jepang, Malaysia, Pakistan dan Arab Saudi,” ungkapnya.
(nas)

Exit mobile version