Ketua MIPI Pertanyakan Legalitas Pj Gubernur Banten

mipi

DR Muhadam Labolo, pakar Ilmu Pemerintahan dan ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia

INDOPOS.CO.ID – Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan Pemerintahan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Jakarta, DR Muhadam Labolo mempertanyakan legalitas Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar pasca dilantiknya Pj Sekda oleh Pj Gubernur yang berasal dari Sekda atau sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya di daerah tersebut.

Menurut dosen di berbagai Perguruan Tinggi Negeri ini, dengan diangkatnya seorang Pj Sekda oleh Pj Gubernur yang berasal dari Sekda, berarti sama saja Pj Gubernur menonjobkan dirinya sendiri sebagai Sekda.

“Sekdanya kan menjabat sebagai Pj Gubernur. Artinya, dirinya mengangkat Pj Sekda untuk menggantikan dirinya sendiri. Itu kan aneh. Menonjobkan diri sendiri,” ujar Muhadam kepada INDOPOS, Selasa (24/5/2022).

Menurut Muhadam, persoalan kewenangan Pj Gubernur mengangkat penjabat Sekda tidak masalah, sebab dasar kewenangannya sama saja dengan pejabat definitif, tidak lagi bersifat terbatas apalagi masa jabatan Pj Gubernur cukup panjang. Namun muncul persoalan,jika Pj Gubernur yang berasal dari Sekda lantas mengangkat Pj Sekda lagi, sehingga dia secara otomatis melepaskan dua jabatannya sekaligus,yakni, sebagai JPT Madya atau Sekda dan juga sebagai Pj Gubernur.

“Dengan Pj Gubernur mengangkat Pj Sekda, berarti asumsinya jabatan Sekda kosong, sehingga dia melepaskan dua jabatannya sekaligus, yakni, sebagai JPT Madya atau Sekda dan sebagai Pj Gubernur,” terang pakar Ilmu Pemerintahan ini.

“Dengan demikian, legalitas Pj Gubernur Banten patut dipertanyakan,” sambungnya.

Ia menerangkan, aturan teknis penting menjawab konsekuensi yang timbul akibat terjadinya kekosongan pejabat yang ditugaskan sebagaimana kasus Sekda Banten merangkap Pj Gubernur Banten.

”Dilemanya, bila diisi oleh pejabat baru maka status Pj Sekda sama artinya dibebastugaskan dari jabatan definitifnya. Perlu diingat, bahwa Sekda Provinsi salah satu perangkat pemerintah pusat di daerah (karena jabatannya), bukan semata sekretaris daerah otonom,” jelasnya.

Ia berharap, adanya organisasi masyarakat sipil yang melakukan class action ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) untuk menguji apakah seorang Sekda yang diberi tugas tambahan sebagai Pj Gubernur boleh menetapkan Pj Sekda lagi. ”Sebaiknya ada organisasi masyarakat sipil yang menggugat ke TUN untuk menguji, apakaah seorang Sekda yang diberi tugas tambahan sebagai Pj Gubernur boleh menetapkan Pj Sekda lagi,” tukasnya.

Hal senada dikatakan oleh pakar hukum tata negara Margarito Kamis, bahwa seorang Sekda yang diangkat menjadi Pj Gubernur tidak dibolehkan mengangkat Pj Sekda lagi, kerena jabatan Sekda masih melekat di dirinya.”Dia itu ditunjuk sebagai Pj Gubernur karena dia memiliki jabatan sebagai eselon satu. Nah, kalau jabatan eselon satunya sudah diisi oleh orang lain, lantas di sebagai Pj Gubernur apa jabatan strukturalnya,” kata Margarito.

Sementara wakil ketua DPRD Banten M Nawa Said Dimyati meyakini, pengangkaan Pj Sekda oleh Pj Guberru yang berasal dari Sekda sudah mendapa madat dari pemrintaha pusat dan sudah memperlajar aturan hukum dan perunang undangan.”Saya menyakini sebelum mengangkat Pj Sekda, Pj Gubernur sudah mempelajari aturan hukum dan perundang-undangan dan berkonsultasi dengan pemberi mandatnya yakni, pemerintah pusat,” ujar pria yang akrab disapa Cak Nawa.

Ia mengatakan, terkait pandangan banyak ahli tata negara yang mengatakan bahwa pengangkatan Pj Sekda oleh Pj Gubernur yang berasal dari Sekda hal yang tidak lazim adalah sebagai bentuk pengawasan,sehingga nanti DPRD akan meminta penjelasan dari BKD.”Nanti kami akan minta penjelasan dari BKD,” kata Cak Nawa. (yas)

Exit mobile version