Hindari Maladministrasi, Dosen IPDN Minta Pemerintah untuk Terbitkan Aturan Pj Gubernur Boleh Angkat Pj Sekda

Hindari Maladministrasi, Dosen IPDN Minta Pemerintah untuk Terbitkan Aturan Pj Gubernur Boleh Angkat Pj Sekda - M Harry Mulya Zein 1 - www.indopos.co.id

Dosen IPDN dan mantan kepala sekretariat KASN, M Harry Mulya Zein.

INDOPOS.CO.ID – Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Moch Harry Mulya Zein, berharap kepada pemerintah untuk menerbitkan aturan dan regulasi baru, terkait diperbolehkannya seorang Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang berasal dari Sekda, mengangkat kembali seorang Pj Sekda untuk menggantikan dirinya selama menjabat sebagai Pj Kepala Daerah.

Mantan Kepala Sekretariat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) ini menjelaskan, kegaduhan yang terjadi di Provinsi Banten bermula ketika Pj Gubernur yang berasal dari Sekda kembali mengangkat dan melantik Pj Sekda baru, sehingga hal ini menimbulkan pro dan kontra dari kalangan pengamat dan praktisi hukum.

“Ragam pendapat dengan berbagai argumentasi dari sudut pandang dan tafsirnya masing-masing. Silang pendapat ini bermula dari Sekretaris Daerah diangkat menjadi penjabat Gubernur dengan pertimbangan bahwa Sekda merupakan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (JPT Madya),” terang mantan Sekda Kota Tangerang ini kepada INDOPOS, Minggu (12/6/2022).

Menurutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturanm Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang mengamanatkan, pengangkatan Penjabat Gubernur dengan persyaratan utamanya adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya.

“Oleh karena itu, penunjukan Penjabat Kepala Daerah merupakan hasil proses administrasi.Alasan pertimbangan, dasar pengangkatan Penjabat Kepala Daerah adalah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serempak yang akan digelar pada Tahun 2024 mendatang. Sehingga tidak terjadi kevakuman penyelenggaraan pemerintahan atau vacuum of of job yang berdampak pada, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pembeangunan dan pembinaan kemasyarakan tetap berjalan,” tuturnya.

Harry yang juga putra Banten asal Pandeglang in menambahkan, dalam pasal 174 ayat (7) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 memuat pengaturan bahwa Presiden menetapkan penjabat gubernur dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menetapkan penjabat Bupati/Walikota pada daerah yang kepala daerah dan wakil kepala daerahnya secara bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas (meninggal dunia, berhenti atau diberhentikan).

Selain itu, penjelasan pasal 201 ayat (9) menyatakan, bahwa masa jabatan adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikut dengan orang yang sama atau berbeda.

“Persoalannya pengangkatan penjabat Gubernur yang jabatan definitifnya berasal dari Sekda seperti yang terjadi di Provinsi Banten, ketika mengangkat dan melantik Pj Sekda memunculkan perbedaan tafsiran terkait dengan posisi jabatan sekda itu sendiri,” cetusnya.

Dikatakan, ada sebagian berpendapat bahwa Penjabat Gubernur tidak dapat melaksanakan tugasnya, sehingga dibutuhkan pengangkatan Pj Sekretaris Daerah berdasarkan Undang-undang 10/2016 pasal 132 ayat (2) memuat bagi sekretaris daerah yang diusulkan menjadi Penjabat Kepala Daerah, untuk sementara melepaskan jabatannya dan ditunjuk pelaksana tugas (Plh).

Sementara pendapat lainnya, kata Harry, berpandangan bahwa penjabat Gubernur tidak optimal dan fokus melaksanakan tugasnya karena jabatan definitifnya adalah Sekretaris Daerah, sehingga diperlukan pengangkatan penjabat Sekda dan tentu sebelumnya mendapat rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.

“Dimaklumi, bahwa pengangkatan Plh Sekda terkendala masa tenggat waktunya 15 hari. Pengisian penjabat yang saat ini dilakukan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya terkait penyelenggaraan Pilkada serempak Tahun 2024,” katanya.

Untuk menghindari berbagai presepsi dan tafsir, pengaturan masa jabatannya dalam kurun waktu yang cukup panjang atau long time, piranti aturannya pun tidak relevan diatur oleh aturan dalam kondisi normal.

“Seharusnya Pemerintah menelurkan peraturan sebagai regulasi yang baru dan menjadi panduan bagi yang ditunjuk sebagai penjabat Kepala Daerah terutama Penjabat Kepala Daerah berasal dari Sekda. Selain itu penerbitan peraturan baru yang jelas dapat memperkecil seorang Penjabat Kepala Daerah melakukan tindakan maladministrasi dan memunculkan rawan gugatan,” tandasnya. (yas)

Exit mobile version