Kasus Korupsi Dana PEN di Koltim, KPK Periksa Direktur PT Dhana Jaya Properti

Tersangka Kasus Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru kasus suap pengurusan dana PEN di Kolaka Timur tahun 2021 yakni LM Rusdianto Emba dan Sukarman Loke, Kamis (23/6/2022). Foto: Youtube KPK.

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur PT. Dhana Jaya Properti Irfandi Ardiyanto untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi (TPK) pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara.

“Hari ini (27/6/2022) pemeriksaan saksi TPK pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021 dengan tersangka Sukarman Loke (SL) dkk,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (27/6/2022).

Pemeriksaan dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada Kav-4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan.

Ali mengungkapkan, ada sejumlah saksi lainnya yang turut dipanggil yakni Dahlan (Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Muna; La Mahi (PNS Kabupaten Muna); Lumban Gaol (PNS Kabupaten Muna) dan Hidayat (PNS Kabupaten Muna).

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus TPK pengurusan dana PEN di Kabupaten Koltim 2021.

Kedua terangka baru itu adalah LM Rusdianto Emba (LM RE) dari pihak wiraswasta dan Sukarman Loke (SL) selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Muna, Sulteng.

Untuk perkara yang sama, sebelumnya KPK juga telah menetapkan beberapa pihak lain sebagai tersangka, yakni AMN (Andi Merya Nur) Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026; MAN (Mochamad Ardian Noervianto), Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020-November 2021 dan LMSA (Laode M. Syukur Akbar) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.

Dalam konstruksi perkara, dijelaskan bahwa AMN selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026 berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur. Agar prosesnya bisa segera dilakukan maka AMN segera menghubungi LM RE yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses pengusulan dana tersebut.

LM RE selanjutnya menjalin komunikasi dengan SL yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat.

SL kemudian menyampaikan lagi pada LMSA, karena saat itu Pemkab Muna juga sedang mengajukan pinjaman dana PEN.

Berikutnya dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri AMN, SL dan LM RE.

Karena salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat MAN.

Berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA karena pernah menjadi teman seangkatan di STPDN.

Untuk langkah selanjutnya, AMN mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp350 miliar.

SL, LMSA dan LM RE juga diduga aktif memfasilitasi agenda pertemuan AMN dengan MAN di Jakarta dan dari pertemuan tersebut, MAN diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp2 miliar. Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai.

Atas pembantuannya tersebut, SL dan LMSA diduga menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE yaitu sekitar Rp750 juta.

Atas perbuatannya, tersangka LM RE sebagai pemberi melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sementara SK sebagai penerima melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (dam)

Exit mobile version