Kasus Suap Wali Kota Ambon, KPK Panggil Kepala Dinas PUPR

Kasus Suap Walikota Ambon

Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan dua orang lainnya, ketika ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Jumat (13/5/2022) malam. Foto: Dokumen KPK

INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Ambon, Provinsi Maluku Melianus Latuihamallo untuk diperiksa sebagai saksi kasus tindak pidana korupsi (TPK) suap dengan tersangka Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan kawan-kawan.

“Hari ini (27/6/2022) pemeriksaan saksi TPK persetujuan prinsip pembangunan Gerai Alfamidi tahun 2020 di Pemerintahan Kota Ambon dengan tersangka RL dkk,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (27/6/2022).

Pemeriksaan dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada Kav-4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sejumlah saksi lain yang dipanggil yakni Enrico Rudolf Matitaputtty (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon dari Januari 2018- Januari 2021) dan Ferdinanda Johanna Louhenapessy (Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Ambon tahun 2017-2022.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap perizinan pembangunan cabang retail (Alfamidi) di Kota Ambon.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua orang tersangka lainnya yakni Andrew Erin Hehanussa (AEH) selaku staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon dan Amri (AR), swasta /karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.

Tersangka AR disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara tersangka RL dan AEH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dam)

Exit mobile version