Restorative Justice Kuatkan Fungsi Pemasyarakatan Narapidana Anak dan Dewasa

restorative

Diskusi daring terkait restorative justice. (Kemenkumham for Indopos.co.id)

INDOPOS.CO.ID – Restorative Justice (RJ) semakin menguatkan fungsi Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana bagi narapidana Anak dan dewasa. Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Pujo Harinto dalam keterangan, Kamis (7/7/2022).

Ia mengatakan, selain pada sistem pidana dewasa, RJ juga diterapkan pada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, menurut dia, fungsi Pemasyarakatan meliputi pembinaan, pembimbingan, pengawasan, perawatan, serta pendampingan selama proses pelaksanaan pidana.

Untuk pidana Anak, lanjut dia, SPPA meliputi beberapa hal, di antaranya penyidikan dan penuntutan pidana Anak, persidangan Anak, serta pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

“RJ dilaksanakan sesuai tujuan Pemasyarakatan, yakni pemulihan hubungan antara pelaku dan korban serta memenuhi hak keadilan bagi korban,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, RJ juga merupakan solusi untuk masalah over kapasitas yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini membantu dalam penghematan anggaran, misalnya penghematan penyediaan bahan makanan.

“Untuk 2022 targetnya yakni menyusun keputusan bersama dengan melibatkan pihak lain, antara lain Kepolisian Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Dalam Negeri,” bebernya.

Kendati, hingga saat ini belum ada payung hukum bersama tentang RJ. Adapun RJ dalam proses Pemasyarakatan, dapat dijabarkan mulai dari pra-ajudikasi, ajudikasi, dan post-ajudikasi. Muaranya yakni mengurangi overcrowded.

Pada kesempatan yang sama, Collie Brown selaku United Nations Office on Drugs and Crime Country Manager Indonesia mengatakan, bahwa RJ merupakan solusi dan sarana resolusi bagi korban dan pelaku. “Kita perlu memastikan pelaku pelanggaran untuk bertanggung jawab atas perlakuannya dengan menggunakan outcome lain, misalnya menanggung biaya rehabilitasi dan lain sebagainya,” katanya. (nas)

Exit mobile version