Komnas HAM Desak Polri Pakai UU TPKS Tangani Pelaku Pelecehan Seksual

ilustrasi tpks

Ilustrasi korban pelecehan seksual. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Penangkapan terduga pelaku kekerasan seksual di Jombang dan seorang pelaku kekerasan seksual lainnya di Depok, menunjukan fenomena kekerasan seksual bagaikan puncak gunung es.

Bahkan jagad medsos dihebohkan oleh pengakuan dua perempuan muda yang menjadi korban kekerasan seksual yang diduga seorang pengelola sebuah sekolah berasrama. Pengakuan itu disampaikan dalam kanal Youtube Deddy Corbuzier.

Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin menyatakan, peristiwa kekerasan seksual sungguh-sungguh marak di Indonesia, serta telah mengancam secara serius anak-anak, terutama anak-anak perempuan.

“Komnas HAM meminta aparat penegak hukum, khususnya kepolisian sudah seharusnya menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menindak para terduga pelaku tersebut sesegera mungkin,” kata Amiruddin dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (9/7/2022).

Komnas HAM juga mendorong jaksa dan hakim dalam mengadili para tersangka, sudah semestinya menggunakan UU TPKS secara maksimal.

Ia mengimbau semua pihak perlu menyadari, penegakan hukum, khususnya UU TPKS terhadap terduga pelaku kekerasan seksual, adalah upaya melindungi harkat dan martabat, serta HAM warga negara.

“Jika ada pihak-pihak yang menghalang-halangi, Komnas HAM mendorong aparat penegak hukum jangan ragu, untuk menindak mereka,” ujar Amiruddin.

Komnas HAM mengapresiasi langkah tegas Kapolda Jawa Timur untuk menangkap terduka pelaku pencabulan di Jombang. “Langkah dan sikap yang sama perlu juga diambil oleh pimpinan polisi di daerah-daerah lainnya,” imbuhnya.

Senada, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Luluk Nur Hamidah meminta Pemerintah segera menyusun aturan turunan UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Pengesahan UU TPKS patut dirayakan sebagai momentum penting (milestone), dari agenda pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia khususnya perlindungan bagi korban kekerasan seksual di Indonesia,” ucap Luluk dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (8/7/2022).

Ia menilai, kurangnya sosialisasi dan belum adanya pedomanan teknis dari UU TPKS menjadi salah satu alasannya. Aturan tersebut mengamanatkan pembentukan 10 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagai pedoman teknis pelaksanaan.

“Meskipun UU memberikan waktu hingga 2 tahun dari sejak ditetapkannya sebagai UU, namun mengingat urgensi dan kedaruratan situasi dan kondisi kekerasan seksual di Tanah Air maka mestinya pemerintah menyegerakan dan memprioritaskan PP dan Perpres turunan UU TPKS,” tuturnya. (dan)

Exit mobile version