BPOM Terbitkan Izin Darurat Paxlovid Jadi Obat Covid-19

covid

Ilustrasi virus Corona. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk obat Paxlovid tablet salut selaput sebagai obat Covid-19.

BPOM sebelumnya menerbitkan EUA untuk antivirus Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022).

Kepala BPOM Penny K. Lukito menyatakan, adanya tambahan jenis antivirus untuk penanganan Covid-19 memperoleh EUA itu, menjadi salah satu alternatif penatalaksanaan Covid-19 di Tanah Air.

Paxlovid merupakan terapi antivirus inhibitor protease SARS-CoV-2 yang dikembangkan dan diproduksi oleh Pfizer.

“Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati Covid-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju Covid-19 berat,” kata Penny dalam keterangannya, Jakarta, Senin (18/7/2022).

Adapun dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg). “Diminum bersama-sama dua kali sehari selama lima hari,” ucap Penny.

Berdasar hasil kajian terkait dengan keamanannya, secara umum pemberian Paxlovid aman dan dapat ditoleransi. Efek samping tingkat ringan hingga sedang paling sering dilaporkan pada kelompok menerima obat dengan gejala tertentu.

“Dysgeusia (gangguan indra perasa) (5,6 persen), diare (3,1 persen), sakit kepala (1,4 persen) dan muntah (1,1 persen) dengan angka kejadian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang menerima plasebo (berurutan 0,3 persen; 1,6 persen; 1,3 persen; dan 0,8 persen),” ujar Penny.

Dari sisi efikasi, hasil uji klinik fase-2 dan 3 menunjukkan Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi atau kematian sebesar 89 persen pada pasien dewasa Covid-19 yang tidak dirawat di rumah sakit dengan komorbid (penyakit penyerta).

Sehingga berisiko berkembang menjadi parah. Komorbid yang berkaitan dengan peningkatan risiko tersebut seperti lansia, obesitas, perokok aktif, riwayat penyakit jantung, diabetes, atau gangguan ginjal. (dan)

Exit mobile version