Gaduh Pidato Suharso Monoarfa, Ini Penjelasan Waketum PPP

Suharso Monoarfa

Ketum PPP Suharso Monoarfa. Foto: Instagram/@dpp.ppp

INDOPOS.CO.ID – Pemberitaan terkait pidato Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa di kantor KPK dinilai merendahkan martabat kyai. Pernyataan tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum (Waketum) PPP Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan, Sabtu (20/8/2022).

Ia menuturkan, hendaknya masyarakat membaca pidato Ketum PPP Suharso Monarfa secara utuh, tidak dipotong seperti yang beredar dan menjadi viral di masyarakat. Sebab, itu bisa menimbulkan salah penafsiran dan keluar dari konteks yang sebenarnya.

“Pidato beliau disampaikan pada acara pembekalan Politik Cerdas Berintegritas oleh KPK. Menjelaskan tentang fenomena politik transaksional di masyarakat yang melahirkan praktik politik tidak sehat, mahal, dan koruptif yang pada gilirannya berurusan dengan KPK,” terangnya.

Ia mengatakan, pidato Ketum PPP sama sekali tidak ada niat untuk merendahkan harkat martabat siapa pun utamanya para kyai dan pengasuh pondok pesantren. Semata ingin mendudukkan persoalan yang selama ini sudah menjadi kebiasaan di masyarakat.

“Hal ini merespon dari pernyataan Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardhiana yang dalam sambutannya mengatakan “jangan membenarkan hal yang biasa, tetapi membiasakan hal yang benar”,” ungkapnya.

“Sekaligus merespon pidato Wakil Ketua KPK Pak Nurul Ghufron yang mengatakan, PPP harus menjadi Partai yang menjunjung tinggi sila 1 Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan mengedepankan keuangan yang maha kuasa,” imbuhnya.

Pesan Ketum PPP, masih ujar dia, ingin menyampaikan kebiasaan yang dilakukan oleh para santri, muhibbin dan masyarakat, ketika sowan kyai dengan memberi amplop (bisyaroh). Kebiasaan tersebut termasuk perilaku yang “membenarkan hal yang biasa, atau membiasakan hal yang benar”.

“Karena hal seperti itu sudah menjadi kelaziman di kalangan masyarakat pesantren sebagai bentuk penghormatan dan memuliakan guru atau kyai. Dan apakah hal tersebut termasuk katagori perbuatan penyuapan atau korupsi?” ucapnya.

“Itu sesungguhnya mafhum mukhalafah dari apa yang disampaikan beliau, sebuah telaah kritis agar kita bijak dalam menilai sesuatu,” imbuhnya.

Dikatakan dia, pidato Ketum PPP juga ingin menjawab pernyataan KPK yaitu bagaimana membangun sebuah sistem demokrasi yang hebat dan berintegritas. Sehingga, memulai pidato dengan menjabarkan kondisi riil di masyarakat, agar bisa memberi solusi yang tepat. Dengan memberikan tamsil atau ilustrasi seperti tersebut, menurutnya, Ketum bermaksud ingin meyakinkan kepada KPK agar bisa memahami kondisi riil yang terjadi di masyarakat.

“Ada istilah yang juga beliau sampaikan bahwa setiap Pemilu itu harus ada NPWP (Nomor Piro Wani Piro). Hal ini menggambarkan praktik politik transaksional di tengah masyarakat yang begitu terstruktur, sistematis dan masif,” terangnya.

“Maka beliau minta kepada KPK untuk ikut memberikan edukasi kepada masyarakat melalui program politik cerdas bebas korupsi,” imbuhnya.

Terkait pidato tersebut, lanjut Zainut, Ketum PPP Suharso Monoarfa sudah memberikan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan terbuka atas kekhilafannya membuat ilustrasi yang menurut beliau kurang tepat. Sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.

“Untuk hal tersebut saya mohon polemik ini untuk segera dihentikan dan disudahi, agar tidak menimbulkan kegaduhan yang berlarut di masyarakat,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version