Hindari Politisasi Agama, Khatib Indonesia Tolak Politik Identitas

Hindari Politisasi Agama, Khatib Indonesia Tolak Politik Identitas - wasathi - www.indopos.co.id

Wasathi dalam acara daring. Foto: Nasuha/ INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID –  Seorang khatib saat berkhutbah sejatinya sedang menjadi juru bicara Tuhan di bumi. Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Wadah Silaturahim Khatib Indonesia (Wasathi) Fauzan Amin dalam acara daring, Kamis (6/10/2022).

Sehingga, menurut dia, setiap isi khutbah seorang khatib harus bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. “Kami ingin kesadaran khatib Indonesia untuk memainkan peran sentral dalam mencegah dampak negatif politik indentitas,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Abdul Majdi mengatakan, khatib memegang amanah Nabi yang minimal harus dikembalikan secara utuh nilai-nilainya dan tidak boleh berkurang.

“Masjid memiliki fitrahnya untuk membersihkan batin/ jiwa seorang muslim, sehingga jangan sampai umat Islam keluar dari masjid malah panas hati sumpek pikirannya, karena mendengar khutbah atau ceramah yang isinya adalah kebisingan politik,” ujarnya.

Mengenai politik identitas, menurut TGKH, politik indentitas harus jadi media taaruf, bukan malah menjadi alat untuk membentur-benturkan antar kelompok dan mengeliminasi kelompok lainnya.

Untuk menghindari dampak negatif politik identitas, ia berpesan, agar khatib menghindari tasyisuddin alias mempolitisir agama. “Tapi prinsip Islamnya yang harus dimunculkan, yaitu keadilan. Hindari hate speech/khitobul karahiyah, munculkan khitobul mahabbah/ ujaran kasih sayang,” katanya.

Sementara itu, Ketua Baznas Prof Noor Ahmad menuturkan, sejatinya nilai-nilai Islam melampaui situasi dan kondisi, melampaui sekat organisasi, melampaui perkembangan ideologi, bahkan partai politik. “Secara historis para ulama di masa awal kemerdekaan telah menyebut Indonesia sebagai darus sulhi, darul mitsaq, darussalam,” katanya.

Dan sejak sepeninggal Nabi Muhammad SAW, lanjut dia, umat Islam telah mengenal perpecahan. Karena itu sebagai agama, Islam menghindari politik identitas yang mengarah pada perpecahan. “Banyak ayat-ayat Al-Qur’an tentang ini,” bebernya.

Di tempat yang sama, CEO PolMark Indonesia Eep Saefullah Fatah mengatakan, masa depan politik identitas tidak cerah, karena mendapat tantangan tiga hal. Di antaranya, pemilih semakin independen, politik uang marak tapi tidak efektif dan pemilih menimbang kehidupannya saat momen election.

Menurut dia, masa depan cerah itu ada bagi politik jalan keluar. “Bagi para khatib, pendakwah, politik jalan keluar ialah dengan mempraktikkan ayat, bukan lagi hanya mendakwahkan ayat dengan maksud mengkapitalisasi politik bagi keuntungan sebagian orang atau kelompok. Politik yang memberikan solusi bagi permasalahan umat,” terangnya. (nas)

Exit mobile version