Pentingnya Literasi Islam Sasar Generasi Milenial, Ini Kata MUI

Pentingnya Literasi Islam Sasar Generasi Milenial, Ini Kata MUI - MUI peringati santri - www.indopos.co.id

Dialog literasi Islam secara daring. (Nasuha/ INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.ID – Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Utang Ranuwijaya mengatakan, literasi Islam perlu terus disosialisasikan kepada semua pihak, terutama generasi milenial dan Z baik secara offline maupun online. Sebab, mereka adalah generasi penerus bangsa.

Menurut dia, selain di pesantren edukasi literasi Islam di media sosial (Medsos) juga tidak kalah penting dilakukan, karena hampir semua anak muda aktif menggunakannya.

“Edukasi literasi Islam bisa dilakukan melalui medsos, karena hampir semua generasi milenial menggunakannya,” ujar Utang Ranuwijaya secara daring, Senin (31/10/2022).

Seperti, dikatakan dia, dalam sebuah hadits yang berbunyi “Aku (Nabi Muhammad SAW) tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya: Kitabullah dan Sunnati”.

“Dengan 2 perkara itu, jangan kalian tersesat, seperti Ahmad Musadeq, Lia Eden, dan orang lainnya yang mengaku sebagai Nabi. Untuk itu mereka harus berpegang teguh pada dua warisan Nabi tersebut,” terangnya.

“Literasi Islam itu memainkan peranan penting untuk menjaga keutuhan NKRI,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Rumah Daulat Buku, Soffa Ihsan mengatakan, tradisi-tradisi di pesantren seperti bahtsul masail, sorogan, bandongan, dan musyawarah mendorong dirinya untuk terus meningkatkan literasi, sehingga dirinya bisa berkuliah di Inggris.

“Saat studi di Inggris, saya menemukan bahwa metode sorogan yang diterapkan di pesantren juga ternyata digunakan oleh para doktor di Oxford,” katanya.

Ia mendorong semua orang, terutama para santri, untuk terus membaca secara utuh, agar punya wawasan yang luas dan perspektif yang komprehensif. Itu penting agar mereka tidak mudah menyalahkan dan bahkan mengkafirkan orang lain yang pemahaman dan praktik keagamaannya berbeda dengannya.

Lebih dari itu, lanjut dia, jika seseorang memiliki literasi Islam yang baik, maka tidak akan menjadi ekstremis atau radikalis.

“Kurangnya literasi membuat orang menjadi radikal. Kalau pun membaca hanya sepotong-sepotong, sehingga pemahamannya sempit dan dangkal,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, bahwa kitab-kitab yang ditulis para ulama dahulu tidak hanya membahas tentang agama saja, tetapi juga matematika, optik, astronomi, kesehatan, fisika, dan lainnya. Untuk itu, penting para santri untuk terus mengembangkan literasi Islam yang sudah dimulai para ulama terdahulunya.

Pimpinan Pesantren al-Wathoniyah Pusat yang juga Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Arif Fahrudin mengatakan, pesantren seharusnya menjadi pusat literasi Islam wasathiyah. Pesantren dan kelompok-kelompok wasathiyah, menurut dia, harus mengisi ruang-ruang literasi Islam agar itu tidak diisi oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab dan memecah belah bangsa.

“LPBKI (Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman) harus bekerja sama dengan pesantren-pesantren untuk mengadakan pelatihan-pelatihan untuk penguatan narasi wasathiyah. Seperti, para ulama zaman dulu sangat produktif dalam menulis kitab, di antaranya Syekh Nawawi, Syekh Mahfudz,” katanya. (nas)

Exit mobile version