Butuh Metode Pembelajaran, Baru 1,56 Persen Technopreneur di Tanah Air

Butuh Metode Pembelajaran, Baru 1,56 Persen Technopreneur di Tanah Air - peserta daring - www.indopos.co.id

Peserta ICSINTESA dan SEMINASTIKA 2022 secara daring. Foto: Nasuha/ INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Akademisi dari 12 negara mengikuti International Conference of Science and Information Technology in Smart Administration (ICSINTESA). Pengembangan sains dan teknologi tersebut digalakan Universitas Mulia Balikpapan.

“Penelitian dari puluhan akademisi dipublikasikan penerbit internasional IEEE Xplore Digital Library,” ungkap Ketua Panitia Richki Hardi secara daring, Rabu (16/11/2022).

Ia menyebut, akademisi pada ICSINTESA berasal dari Amerika Serikat, India, Selandia Baru, Palestina, Irak, Filipina, Brunei Darussalam, Jepang, Malaysia, Sri Lanka dan Uzbekistan.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Mulia Balikpapan Muhammad Rusli mengaku puas dengan hasil dari ICSINTESA yang dilaksanakan bersamaan dengan Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Administrasi (SEMINASTIKA).

”Proses penerbitan paper ini membutuhkan kurang lebih 2 bulan setelah konferensi dilaksanakan,” ungkapnya.

Selama proses tersebut, lanjut dia, panitia 2022 3rd ICSINTESA melakukan evaluasi dan cross check kembali secara teliti semua tulisan yang telah dikirimkan. Hal ini untuk menghindari plagiarisme dan menjaga kualitas tulisan.

Dari sekian banyak penelitian yang dipaparkan, salah satu yang terbaik berasal dari Uzbekistan yang dikerjakan oleh Islambek Saymanov dan Anvar Kabulov. Kemudian presentasi terbaik dalam konferensi ini dipegang oleh Sanjith M Gowda dari PES University, India.

“Akademisi kita juga melakukan pemaparan hasil penelitian. Hal ini agar terjadi pertukaran ilmu baik dari dalam negeri atau pengetahuan baru dari akademisi Indonesia,” ungkapnya.

“Tak sekadar jadi wadah tempat pertukaran ilmu dan penelitian di bidang sains dan teknologi, ICSINTESA dan SEMINASTIKA mampu menjadi lokomotif pendidikan di tingkat global yang terdepan dalam bidang technopreneurship,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, bahwa dibutuhkan berbagai terobosan dan perubahan secara revolusioner demi mewujudkan technopreneurship di Indonesia. Pasalnya sejak 2016 hingga sekarang, baru ada sekitar 1,56 persen technopreneur dari total keseluruhan populasi masyarakat di Tanah Air.

“Hadirnya industri 4.0 yang berfokus pada integrasi ruang fisik dan virtual, dengan dukungan kecerdasan buatan dan mendorong peradaban baru yang berbasis digital,” ungkapnya.

Ketua Yayasan Airlangga, Mulia Hayati Deviantie menjelaskan, pemerintah telah menyadari bahwa technopreneur memiliki potensi yang besar untuk terus berkembang di masa mendatang. Apalagi saat ini banyak pengusaha muda di bidang teknologi kreatif.Namun perkembangannya, menurut dia, masih belum merata, dan masih bergerak di kota-kota besar di Indonesia.

”Sebagai perguruan tinggi yang menjadikan technopreneurship sebagai bidang kajian utama, maka Universitas Mulia tentu saja ingin berkontribusi dalam mendorong tumbuhnya techopreneur di Indonesia,” katanya.

Hal yang sama diungkapkan Direktur Eksekutif Yayasan Airlangga Agung Sakti Pribadi. Dia menjelaskan, Indonesia saat ini tidak hanya membutuhkan profesional yang andal untuk menyongsong 2045. Di tahun emas dengan bonus demografi butuh lebih banyak entreprenuer.

“Di 2045 nanti ada 14 persen dari jumlah penduduk agar dapat bersaing dengan negara maju. Saat ini dari data yang terbaru jumlah pengusaha di Indonesia baru mencapai 3,4 persen,” bebernya.

“Di sinilah butuh peran perguruan tinggi yang menggabungkan metode pembelajaran dalam bidang sains dan teknologi, yang kemudian dapat diimplementasikan pada bisnis. Seperti salah satunya Universitas Mulia,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version