Ekonom: Koperasi Bisa Berkembang Jadi Perusahaan Multinasional

Logo-Koperasi-RUU

Logo koperasi. Foto : Net

INDOPOS.CO.ID – Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) seharusnya diterima oleh pelaku koperasi simpan pinjam (KSP). Pernyataan tersebut diungkapkan Ekonom Universitas Gajah Mada Revrisond Baswir dalam keterangan, Rabu (23/11/2022).

Ia menegaskan, fungsi pengawasan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap KSP. Sehingga koperasi diperlakukan setara financial technology (fintech), perbankan, asuransi, dan semua yang bergerak di sektor keuangan.

Lebih jauh dia mengungkapkan, masyarakat simpan pinjam harus berbesar hati dengan adanya RUU PPSK. Pasalnya, tidak ada lagi diskriminasi. Sehingga bisa naik kelas dan diperlakukan sama dengan badan hukum yang lain.

“Adanya pengawasan OJK hanya untuk koperasi yang bergerak di bidang keuangan, bukan untuk koperasi di bidang produksi dan konsumsi,” katanya.

Menurut dia, sudah seharusnya OJK berkewajiban mengurusi seluruh usaha yang bergerak di sektor keuangan. Sebab, tidak ada pembedaan pengawasan otoritas keuangan terhadap koperasi dan bukan koperasi.

“Semuanya diperlakukan sama, karena memiliki badan hukum dan bergerak di sektor keuangan,” terangnya.

Ia mengatakan, sejak dibentuk OJK, semestinya KSP diakomodir sebagaimana sektor lain yang bergerak di bidang keuangan. “Jadi tidak heran jika terjadi kasus 8 KSP bermasalah, dan merugikan negara puluhan triliun rupiah,” ungkapnya.

Ia menambahkan, koperasi berasal dari Eropa dan berkembang ke seluruh dunia. Berbagai jaringan koperasi dari sejumlah negara akhirnya membentuk International Cooperative Alliance (ICA) untuk menyatukan gerakan-gerakan koperasi di setiap negara.

“Ini untuk apa? agar ada keseragaman, terutama dalam cara memandang jati diri koperasi yang sejati. Tapi, banyak yang beranggapan koperasi asli dari Indonesia,” ucapnya.

“Jadi, kalau mau bicara konsep koperasi, kita tinggal mengikuti saja perkembangan dunia (seperti) di ICA, Inggris, Prancis, Jerman, Skandinavia, Jepang, dan Singapura,” imbuhnya.

Menurut dia, belajar konsep koperasi sangat sederhana. Dengan melihat perkembangan koperasi dari negara-negara lain. Bukan beranggapan koperasi asli Indonesia.

“Ini bisa berdampak koperasi Indonesia dianggap setara dengan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Padahal koperasi memiliki potensi besar, bahkan berskala multinasional,” terangnya.

“Artinya koperasi tidak hanya mampu mencapai level UMKM saja,” imbuhnya.

Beberapa koperasi yang berkembang menjadi perusahaan multi nasional, menurut dia ada koperasi dari Prancis seperti Crédit Agricole Group yang menjadi bank kedua terbesar di negara tersebut. Kemudian, Rabobank di Belanda, Mondragon di Spanyol, dan Huawei di China.

“Kami mendorong pemerintah untuk memperkaya pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan koperasi di dunia internasional,” ujarnya.

“Marilah kita membuka diri untuk mengetahui perkembangan koperasi di dunia internasional, jangan terus-menerus terjebak dalam mitos seolah-olah koperasi itu asli Indonesia. Kita harus memperkaya pengetahuan terkait perkembangan koperasi di dunia internasional,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version