Ekonom: RUU PPSK, Koperasi Miliki Kesempatan Perlakuan Setara dengan Pelaku Bisnis Lainnya

logo

Logo koperasi Indonesia. Foto : net

INDOPOS.CO.ID – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) tengah bergulir di DPR. Tentu saja ini menjadi momentum baik bagi para pelaku koperasi simpan pinjam (KSP) untuk mendapatkan perlakuan yang setara dengan pelaku bisnis yang lain.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Revrisond Baswir dalam keterangan, Kamis (24/11/2022). Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap KSP, menurut dia, membuat koperasi diperlakukan setara financial technology (fintech), perbankan, asuransi, dan semua yang bergerak di sektor keuangan.

Lebih jauh ia menjelaskan, adanya RUU PPSK tersebut koperasi akan berpeluang tidak didiskriminasi lagi. Sehingga naik kelas, diperlakukan sama dengan badan hukum yang lain. Kendati, ada penolakan sejumlah pihak terkait pengawasan koperasi oleh OJK.

“Itu terlalu dini sebab masih banyak hal yang terus dibahas, seperti kompartemen khusus koperasi dalam RUU PPSK juga belum secara konkret diketahui konten dan esensinya seperti apa,” ungkapnya.

Sehingga, dikatakan dia, hal itu berpeluang menjadi usulan oleh beberapa pihak. Selain itu, pengawasan oleh OJK hanya untuk koperasi yang bergerak di bidang keuangan dengan skala yang besar. Dan bukan untuk koperasi di bidang produksi dan konsumsi.

“Sudah seharusnya OJK berkewajiban mengurusi seluruh usaha yang bergerak di sektor keuangan. Terlebih sampai saat ini urusan pengawasan koperasi belum juga tuntas, sebab UU Nomor 25/1992 tidak mencakup soal pengawasan,” katanya.

Sehingga, lanjut dia, praktis urusan pengawasan koperasi tidak dilakukan dengan optimal. Pasalnya belum adanya payung hukum yang relevan mengenai pengawasan koperasi. Apa lagi terkait urusan penjamin simpanan yang belum diatur dalam regulasi khusus.

“Di seluruh dunia tidak ada pembedaan pengawasan otoritas keuangan terhadap koperasi dan yang bukan koperasi,” ungkapnya.

Semuanya, menurut dia, diperlakukan sama karena memiliki badan hukum dan bergerak di sektor keuangan. Lebih jauh ia mengatakan, sejak dibentuk OJK, semestinya KSP diakomodir sebagaimana sektor lain yang bergerak di bidang keuangan. “Jadi tidak heran jika terjadi kasus 8 KSP bermasalah, dan merugikan negara puluhan triliun rupiah,” ungkapnya.

Ia menambahkan, koperasi berasal dari Eropa dan berkembang ke seluruh dunia. Berbagai jaringan koperasi dari sejumlah negara akhirnya membentuk International Cooperative Alliance (ICA) untuk menyatukan gerakan-gerakan koperasi di setiap negara.

“Ini untuk apa? agar ada keseragaman, terutama dalam cara memandang jati diri koperasi yang sejati. Tapi, banyak yang beranggapan koperasi asli dari Indonesia,” ucapnya.

“Jadi, kalau mau bicara konsep koperasi, kita tinggal mengikuti saja perkembangan dunia (seperti) di ICA, Inggris, Prancis, Jerman, Skandinavia, Jepang, dan Singapura,” imbuhnya.

Menurut dia, belajar konsep koperasi sangat sederhana. Dengan melihat perkembangan koperasi dari negara-negara lain. Bukan beranggapan koperasi asli Indonesia.

“Ini bisa berdampak koperasi Indonesia dianggap setara dengan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Padahal koperasi memiliki potensi besar, bahkan berskala multinasional,” terangnya.

“Artinya koperasi tidak hanya mampu mencapai level UMKM saja,” imbuhnya.

Beberapa koperasi yang berkembang menjadi perusahaan multi nasional, menurut dia ada koperasi dari Prancis seperti Crédit Agricole Group yang menjadi bank kedua terbesar di negara tersebut. Kemudian, Rabobank di Belanda, Mondragon di Spanyol, dan Huawei di China.

“Kami mendorong pemerintah untuk memperkaya pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan koperasi di dunia internasional,” ujarnya.

“Marilah kita membuka diri untuk mengetahui perkembangan koperasi di dunia internasional, jangan terus-menerus terjebak dalam mitos seolah-olah koperasi itu asli Indonesia. Kita harus memperkaya pengetahuan terkait perkembangan koperasi di dunia internasional,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version